Ketemu

3.5K 276 35
                                    

Dua hari lagi, Jilan akan pulang ke Roma. Semua persiapan barang-barangnya sudah ia kemas sedemikian rupa. Jilan menatap lurus kedepannya. Rasa bosan melanda nya. Manda dan keluarganya sedang keluar melakukan pertemuan antara keluarganya dengan keluarga teman bisnis Papanya. Tadi, mereka sudah mengajak Jilan. Namun Jilan menolaknya karena merasa tak pantas, karena ia tak mau menganggu keluarga Manda.

Menatap ponselnya, tak ada notifikasi sama sekali. Mau mengajak Natha keluar dia sedang manja-manja dengan Keo. Nggak mungkin juga Jilan ikut di sana, selain jadi Nyamuk, Keo juga akan memberi tahu keberadaannya pada Axel. Ingin mengajak Vira, tapi cewek itu sedang bekerja. Ajaib bukan? Kata Vira perusahan sedang dalam masalah dan dia pun harus ikut andil didalamnya.

Jilan memandang jam dinding. "Masih jam satu," gumamnya seraya merebahkan badan di atas kasur.

Pertemuan antara Jilan dan bunda Ken-Lisa membuahkan hasil yang terduga. Kelihatanya Bunda Ken baik, penyayang dan ramah. Buktinya, dia dan Jilan cepat akrab dan berteman baik. Katanya dia setuju saja kalau Ken menyukai Jilan. Bunda Ken juga berharap banyak pada Jilan tentang kembalinya hubungan mereka.

Rumit. Kenapa semuanya jadi seperti ini. Jika ada kata 'Andai', Jilan ingin Bunda Ken yang menjadi Mama Axel, begitupula sebaliknya. Jadi, ia dan Axel direstui dan tak akan terjadi seperti ini.

"Lapar, cari bahan makan deh," ucap Jilan seraya menyambar kunci mobil Manda. Mobil ini sudah Manda titipkan pada Jilan jika sewaktu-waktu Jilan ingin keluar.

Tujuannya adalah minimarket. Jilan ingin membeli beberapa cemilan dan mi instan untuk ia masak. Perutnya sudah keroncongan minta diisi sedari tadi. Jilan melajukan mobil dengan kecepatan sedang.

Sesampainya di minimarket, Jilan keluar dari mobil dan memasuki minimarket. Ia memilih beberapa cemilan dan mi instan. Mata Jilan menatap sekaleng roti, ia sudah lama tak memakan roti mentega itu. Tingginya rak tak bisa ia gapai.

Jilan yang rendah atau rak terlalu tinggi? Tidak, Jilan tidak rendah. Cewek golongan seperti Jilan adalah cewek tinggi. Meski sudah berjinjit masih tak bisa. Jilan mendengus kesal menatap kaleng biskuit itu. Padahal ia sangat menginginkannya.

"Tinggi banget. Padahal gue udah tinggi," ujar Jilan kesal seraya menghentak-hentakkan kakinya kesal.

Kaleng biskuit yang ia inginkan ada didepan mata. Jilan tak percaya, apalah kaleng itu bergerak dengan bantuan Jin? Atau syaitan? Tidak, ada sebuah tangan kekar yang menegang nya. Jilan yakin, pasti orang itu yang menolongnya. Tanpa ba-bi-bu Jilan mengambilnya cepat, memasukkan kedalam troli belanjaannya. 

"Makasih, ya. Lo ba--"

Jilan tersentak kaget. Matanya dan mata orang yang menolongnya mengambil biskuit beradu dalam satu waktu. Ada rindu yang tak bisa diucapkan dengan kata-kata. Hanya dengan cara tertentu mungkin rindu itu bisa di tuntas kan. Air mata Jilan menetes. Ia tak percaya dengan apa yang ada dihadapannya ini. 

Dengan gerakan cepat tanpa slowmo, orang itu memeluknya erat menuangkan segala rindu yang menumpuk selama satu tahun ini. "Lan, gue kangen," lirihnya hampir tak terdengar.

Ragu-ragu Jilan membalasnya. Menumpahkan air mata rindu pada pundak orang yang memeluknya ini. Jilan tak ragu lagi, ia malah terisak menikmati pelukan rindu dari orang ini.

Orang itu melepas pelukannya. Lalu mengusap air mata Jilan dan mengecup keningnya lembut. Ia menangkup kedua pipi Jilan. "Lan, gue kangen. Lo kemana aja?"

Dia, Axel Alterio. Cowok yang berani melakukan apapun agar bertemu dengan sang pujaan hati-Jilan Agatha. Axel tak percaya bahwa ini adalah nyata, mana mungkin Jilan ada disini. Ia mencoba menagkup kedua pipi Jilan, terasa. Ia yakin bahwa ia lagi berhalusinasi saat ini.

DIFFERENT TWINS [ END ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang