CURHAT

2.3K 255 3
                                    

Jinan membuka pelan pintu kamar Jilan yang tertutup. Dilihatnya Jilan yang sedang tengkurap seraya memainkan hpnya di atas kasur. Tanpa berlama-lama lagi, Jinan memasuki kamar Jilan lalu duduk di pinggiran kasur. "Lan?" panggil Jinan pelan sembari menggoyangkan badan kembarannya itu.

Tak ada sahutan dari Jilan karena gadis itu memakai earphone. Tak mudah usahanya meraih kesadaran Jilan buktinya gadis itu sekarang sudah asik bersenandung sesuai dengan irama musik.

Dengan kesal Jinan menarik earphone yang menyumbat telinga Jilan dengan sedikit kuat hingga Jilan terpaksa duduk dan menatap kesal kearah kembarannya itu.

"Apa sih, Nan?" Jilan bertanya sembari membuka earphone nya.

Jinan hanya mengulum senyum tanpa berniat menjawab.

"Lo kenapa?" tanya Jilan bergidik takut menatap Jinan yang tersenyum.

"Eh, Jinan. Lo kenapa?" tanya Jilan lagi mulai berangsur beranjak dari kasur nya.

Jinan masih tak menjawab. Bukannya tak ingin menjawab tetapi, ia tak tahu harus ngomong apa sama Jilan. Lagian, entah angin dari mana ia mau memasuki kamar Jilan yang super jorok ini. Biasanya cukup pagi saja saat membangunkannya Jilan ia ke kamar kembarannya ini.

"Eh, Nan. Jangan buat gue khawatir sama keadaan lo dong," ucap Jilan mulai takut.

"Aku nggak pa-pa, Lan." Akhirnya, batin Jilan mengelus dadanya.

Jilan kembali duduk ke kasur nya setelah tadi hampir berangsur lari keluar jika Jinan masih tak menjawab pertanyaannya tadi. Jilan juga heran, tak biasanya Jinan mau memasuki kamarnya. Saat Jinan menggoyangkan dan menggelitik kakinya Jilan tahu itu tetapi, ia malas hanya untuk duduk saja menanyai apa maksud kembarannya ini datang kesini?

"Ngapain lo kesini?" tanya Jilan.

Jinan hanya mangut-mangut. Patut di curigai!!

"Heh, Nan. Lo kenapa? Udah gila? Sarap? Mau wafat? Kalau iya gue minta maaf ya, Nan. Salah gue banyak banget sama lo, disini cuma lo yang mau ngalah sama gue. Gue minta maaf, Nan." Jilan memeluk Jinan.

"Jilan, rasanya aku belum mati deh."

Sontak, Jilan melepaskan pelukannya. Lantas kalau belum mau mati, mau apa? "Terus, kalau kita mau mati tandanya apa?" tanya Jilan penasaran.

Jinan mengangkat bahunya tak tau, mana dia tau kan belum mati! "Aku nggak tahu."

"Kok lo aneh, Nan?" tanya Jilan memandang wajah Jinan.

"Aneh? Kenapa?" tanya Jinan tak merasa dirinya aneh.

"Tumben lo mau ke kamar gue!" ujar Jilan terkekeh.

Jinan menggaruk kepalanya. "Nggak papa sih, emangnya nggak boleh?"

Jilan hanya mengangguk. "Bolehlah," lanjut Jilan kembali berbaring.

Keadaan kembali hening, posisi ini paling dibenci Jilan saat bersama Jinan. Kakaknya ini tak bisa mencari topik hangat yang bisa dibahas disaat garing seperti ini. Coba saja kalau bersama Natha sudah heboh walaupun mereka cuma berdua tetapi, rasa seperti bersama banyak orang.

Diajak ghibah pasti takut dosa, diajak ngomong masalah sekolah pasti tak tahu karena Jinan jarang keluar dari kelas, diajak rumpi Jilan pastikan Jinan tak tahu topik yang viral saat ini. Huft, bosan punya kembaran kudet yang tahunya cuma buku doang.

Sekarang topik apa yang harus dibahas? Ngusir Jinan keluar juga Jilan nggak tega karena dia jarang main ke kamar Jilan.

"Nan." Akhirnya nih mulut bisa bicara eh, udah bisa bicara dari umur setahun keles, batin Jilan kesal.

DIFFERENT TWINS [ END ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang