"BANGSAT!"
"Astagfirullah, lo selalu berdosa." Natha, Manda dan Vira kompak menjawab dengan gelengan kepala melihat Jilan yang kembali berkata-kata kasar.
Jilan hilang kendali. Bahkan vas Bunga dikamar Natha sudah hancur ia banting. Untung saja kedua orang tua Natha tak di rumah. Kalau di rumah sekalipun mereka tak bakalan marah karena mereka sudah tahu sifat dan seluk-beluk Jilan selama ini. Palingan mereka akan menegur Jilan dengan kata-kata yang baik.
Hancur rasanya. Jilan tak peduli jika nanti semua benda yang hancur dikamar Natha, nanti ia akan ganti meskipun mencicil. Kata kasar yang keluar pun tak masalah, biarlah kembali Jilan berdosa, toh, dosanya selama ini sudah banyak dan belum tentu diampuni.
"Lan, lo nggak boleh kayak gini. Lo harus istighfar, istighfar. Lo ikutin gue ya, astagfirullah." Vira menggiring Jilan untuk beristigfar.
Jilan berdecak. Ia mengacak rambutnya kasar lalu menghempaskan pantatnya kasar pada sofa kamar Natha. Keadaan kamar sudah berantakan dan itu semua ulah Jilan yang mengobrak dan membanting semuanya.
Jilan, Natha, Manda dan Vira hari ini bolos. Terutama Manda dan Vira yang dihasut Jilan untuk membolos bahkan baju yang mereka pakai masih seragam sekolah. Jilan memandang sendu kedepannya. Dalam otaknya banyak yang menjadi pertanyaan terutama, bagaimana kondisi Jinan setalah tadi? Apakah ia drop lagi? Jilan rasa, ya. Jinan pasti drop dan kondisinya itu membuat Jilan pening.
"Axel juga keterlaluan, ya. Dia bilang suka sama lo, tapi dia malah main sama Jinan. Keterlaluan!" desis Natha kesal.
"Iya, kalau bukan karena Axel semuanya nggak akan terjadi. Lan, kalau menurut gue. Kalau lo suka sama Axel, terusin aja. Nggak usah mundur, kalau memang Axel juga suka lo. Jangan biarin orang lain rusak kebahagian lo." Manda menimpali. "Itu menurut gue, ya. Kalau menurut gue, ya, terserah lo, Lan," lanjut Manda menggaruk bagian belakang kepalanya.
Merasa tak ada sahutan. Natha, Manda dan Vira menatap Jilan yang sedang memicingkan matanya. Mereka bertiga menghembuskan nafas kasar. Mereka tau disaat seperti ini Jilan pasti sedang berpikir keras.
"Gue nggak tau. Kalian yang tau sifat gue gimana, cuma kalian dan Mama gue. Kalian tau kan gue sayang sama Jinan. Kembaran mana yang nggak sayang sama kembarannya. Seburuk-buruk kembaran pasti mereka juga sayang. Dan gue yang alami itu, gue sayang sama Jinan. Tapi, rasa sayang yang gue punya nggak gue ungkapin dengan kata." Jilan menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa seraya memicingkan matanya.
Bunyi ponsel Jilan yang terdengar keras membuat Natha mengalihkan pandangannya. Natha melirik Jilan yang masih memejamkan matanya. Lalu, Natha melirik kearah Manda yang mengangkat bahunya dan terakhir pada Vira yang mengisyaratkan kata 'Angkat.'
Pilihan Natha jatuh pada Vira. Ragu-ragu cewek itu mengangkat panggilan yang ternyata dari 'mama' itu. Mama yang dimaksud adalah Mama Ochi-Mama Jilan.
"Halo, assalamualaikum?" sapa Natha sopan.
Terdengar dari sana isakan kecil. "Halo, Jilan kamu dimana, Nak?"
Natha memandang mereka satu persatu. Terakhir, Natha menyikut lengan Jilan agar cewek itu menatapnya. Namun, Jilan tetap pada posisi yang sama yaitu, memejamkan matanya.
"Halo, Jilan. Kamu dimana, Nak?" tanya Ochi lagi.
"Jilan, Tante Ochi. Telepon!" Dengan kesal, Natha mencubit lengan Jilan hingga cewek itu meringis kesakitan.
"Mau apa?" tanya Jilan enggan membuka mata. Kini, bagi Jilan Mamanya sama saja dengan yang lain, nggak menghargai.
Natha hanya mengangkat bahunya nggak tau. Jilan mengambil hpnya lalu berdiri menuju balkon kamar Natha untuk menerima panggilan ini. Bukan karena spesial tetapi, Jilan hanya malas berharapan dengan teman-teman nya yang kepo badai.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT TWINS [ END ]
Novela JuvenilJilan Agatha. Sifatnya susah diatur dan tak mau diatur, berbanding terbalik dengan kembarannya. Jilan panggilannya, kelakuannya jauh dari kategori 'baik.' Pulang malam sudah menjadi rutinitas rutin dalam hidupnya. Mempunyai saudari kembar yang tak...