IZIN

3.4K 327 13
                                    

Sama seperti hari biasanya tetapi hari ini adalah hari yang membosankan untuk Jilan. Hari ini adalah jam olahraga praktek yang mengharuskan semua siswanya mengikuti praktek. Mau gak mau harus mau, karena ini katanya berkaitan dengan nilai kelulusan.

Mengantuk, sedari tadi Jilan selalu menguap lebar tanpa menutup mulutnya. Baginya, menguap dengan mulut menganga lebih nikmat dari pada tertutup rapat seperti orang pada umumnya.

Tadi malam Jilan pulang pukul dua belas malam. Bukan tanpa alasan Jilan pulang jam segitu tetapi karena mencari Juna yang entah dimana. Setelah lama mencari akhirnya Jilan menemukan Juna dengan mengetahui posisi adiknya itu melalui telepon.

Untung saja semalam tak ada yang mengetahui mereka keluar dan pulang jam segitu. Ingin sekali rasanya Jilan tertidur dengan nyenyak, memeluk guling dan mengeluarkan air saliva yang mengenai bantalnya atau setidaknya Jilan bisa tertidur di rooftop pagi ini. 

"Jilan Agatha, silahkan." Pak Joni selaku Guru Olahraga memanggil Jilan dengan lantang. 

Langkah gontai seperti tak memiliki semangat hidup lagi itulah, Jilan. Oh, rasanya Jilan mau tiduran saja di lapangan ini dengan terlentang menghilangkan mata panda dan matanya yang sulit untuk terbuka lebar seperti biasa.

Kali ini adalah praktek softball yang mengharuskan Jilan memukul bola dengan tongkat. Jilan memegang tongkat tersebut dengan malas tak bersemangat.

"Satu...dia.."

"Dua Pak," koreksi serempak seluruh murid kecuali Jilan karena baginya itu urusan Pak Joni yang keasyikan jomblo hingga lupa umur.

"Saya tidak bercanda!!" ucap pak Joni serius seperti ingin melamar si Jameta.

"Lah, kan Bapak yang salah makanya kita ralat. Betul kaga?" teriak Natha meminta persetujuan.

"Betul!!" teriak serempak dari mereka semua lagi.

"Sudah..sudah, kamu Jilan semangat lah. Jangan jadi Si Nuning aja," ujar pak Joni pada Jilan.

"Satu..dua...tiga."

Jilan memukul dengan keras bola yang dilemparkan orang didepannya. Bola melempar jauh, tongkatnya pun melempar jauh.

"Kampret!!"

Jilan menepuk mulutnya yang lagi, lagi mengeluarkan kata kasar ini. Jilan ingin menjadi lebih baik lagi tetapi ada saja yang menjadi penghalang nya untuk itu seperti ini saja contohnya disaat Ia ingin memukul bola jauh tapi tak sengaja tongkat yang Ia pegang juga ikut terlepas.

"Maaf Pak, saya ga sengaja," sesal Jilan.

Tongkat itu pun melayang entah kemana yang penting Jilan tak ingin tau tongkat itu yang Ia inginkan saat ini hanya, tidur.

"Kamu, ya," geram Pak Joni.

"Maaf Pak, biar saya cari tongkat baru dari gudang," ucap Jilan pelan.

"Tidak usah, BUBAR!!"

"YEY!!" Pekikan senang dari siswa memenuhi lapangan kali ini.

Baru juga olahraga dua puluh menit sudah berhenti saja. Mereka semua juga tau bahwa pak Joni tak ingin mengajar olahraga lama-lama maka dari itu mungkin pak Joni juga bisa mengucapkan terima kasih banyak pada Jilan karena berkatnya ia bisa bebas mengajar tanpa capek-capek mencari alasan.

Tanpa basa-basi Jilan langsung menarik tangan Natha agar ke kantin bersamanya. Nampaknya minum kopi bisa juga menyuguhkan mata kembali bersinar dan membesar seperti biasanya, pikir Jilan.

"Natha, pesenin gue kopi hitam harus hitam, teh es 2000 doang, terus sama Kerupuk Keren yang elo beli kemarin yang harganya cuma lima ratus doang." Jilan menyerahkan selembar uang lima ribu pada Natha.

DIFFERENT TWINS [ END ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang