AWAL YANG BARU

3.7K 307 53
                                    

Mungkin bagi sebagian orang sekolah diluar adalah impiannya yang tak terwujud, mungkin karena halangan orang tua? Biaya? Dan bisa jadi tidak bisa bahasa Inggris. Beda dengan Jilan, cewek itu merasa sekolah diluar adalah tantangan yang berat. Bagaimana tidak, ia harus bekerja keras mencari biaya kehidupan, biaya sekolah dan hutang yang harus ia kumpulkan untuk membayar pada Natha, Manda dan Vira.

Pertama kali, Jilan memijakkan kakinya di Negeri orang lain atau Negeri luar. Dari dulu ia sama sekali belum pernah berlibur, baik bersama keluarga maupun ia sendiri. Jilan menatap langit-langit kamarnya. Warna abu-abu adalah warna kesukaannya. Sebisa mungkin Jilan membagi uang pinjaman Natha dengan baik. Dan hasilnya, ia sekarang sudah berbaring dikamar apartemennya. Apartemennya kecil, terdiri dari satu kamar tidur, dua kamar mandi yang satu dikamar dan satunya di dapur dan tak lupa terdapat dapur kecil untuk memasak.

Bersyukur, tak henti-hentinya Jilan ucapkan. Ia benar-benar bersyukur atas kehidupan yang telah dirahmati Tuhan. mungkin selama ini Jilan kurang bersyukur dengan apa yang ia dapatkan. Dan kini, sebisa mungkin ia akan atur keuangan dan merancang masa depannya kelak. Besok Jilan akan masuk ke sekolah barunya.

Cukup deg-degan karena Jilan juga tak bisa bahasa Inggris. Bagaimana ia berkomunikasi nanti? Hari ini Jilan kursus kan untuk belajar bahasa Inggris, kamus nya sudah berada didepan mata titipan dari Natha. Bukannya Jilan tak punya kamus, tapi karena terburu-buru ia tak mengingat kamus segala. Semoga saja, Jilan bisa menghafal dasar dari kosa-kata bahasa Inggris.

Jilan cukup ngeri saat menaiki pesawat tadi. Wajar saja orang kolot naik pesawat selama tujuh belas jam kurang lebih. Jika pun hampir mabok perjalanan, kalau bukan mau jaga image dirinya dan Natha, Jilan sudah memuntahkan isi perutnya yang bergejolak minta di keluarkan. Jilan mengambil kamus yang ada didepannya. Ditatapnya dengan malas, oke, Jilan teringat lagi janji hidup nya.

Saatnya bangun dan bangkit. Buat semua orang bangga akan keberhasilan lo, Jilan. Mengaguminya, apalagi pada Riana-omanya. Ia ingin Riana melihatnya, bukan memandang sebelah mata lagi. Jilan akan buat mereka membuka mata lebar bahwa Jilan juga bisa pintar, bukan hanya Jinan yang mereka banggakan. Disaat Jilan sukses nanti, Jilan akan mencoba membuka hati, memaafkan mereka. Namun, jauh di lubuk terdalam Jilan tak rela.

Jilan berdecak. Lidahnya berkelok-kelok membaca kamus bahasa Inggris itu. "Tulisan cake, Jilan baca dengan cake (Bahasa Indonesia)" Jilan hanya bingung, beginilah konsekuensi saat guru menjelaskan ia malah ghibah bareng Natha dulu, dan disekolah barunya ia akan ghibah bersama Siska kalau tidak Rindu yang ia todong dengan berbagai topik. Ngomong-ngomong soal Rindu, Jilan jadi kangen sama dia.

Katanya perseteruan Rindu dengan keluarga besar Natha semakin semit. Dan menurut kabar dari Natha, Rindu akan pindah bersama Kakek dan oma tirinya-mama Rindu. Jilan jadi kasihan pada Rindu. Bukankah jodoh sudah ada yang atur? Dan mungkin jodoh dengan Kakak Natha adalah ridho Allah untuk Mama Rindu. Lagian, mungkin tak ada yang akan ingin mempunyai suami sudah tua, bercucu lagi. Pasti adalah alasannya.

"Orang tua Natha baik banget sama gue. Dia bahkan rela daftarin gue ke sekolah dan gue cuma masuk aja besok. Oh, thank you Tante Mom dan Om Dad." Jilan bergumam sendiri. Besok, ia akan masuk sekolah baru yangs udah didaftarkan mom dan dad Natha. Baik, kan? Kurang apalagi coba? Jilan akan ucapkan terima kasih untuk keluarga Natha jika ia sukses. Kalau nggak sukses? Jilan hanya mendoakan saja.

"Sekolah dan spp gue aman beberapa bulan ke depan. Biaya hidup gue juga aman beberapa bulan ke depan. Kalau uangnya udah habis gue harus gimana? Gue nggak bisa bahasa Inggris, apa gue harus pakai google translate aja, ya? Nggak mungkin juga kalau iya gue punya kouta kalau nggak? Kenapa hidup gue malah rumit gini?" Jilan mengacak rambutnya bingung.

DIFFERENT TWINS [ END ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang