Axel mengguyur rambutnya dengan air shower yang mengalir. Ia mandi dingin, ingin menetralkan semua pikiran panasnya serta badan yang terasa lengket hilang seketika. Axel kalang kabut, sudah satu hari satu malam ia tak mandi.
Di kamar nya sudah ada para sahabatnya, katanya mau main, tapi di lihat dari gelagatnya bukan mau main sih. Ah, masa bodoh dengan itu, terserah mau ngapain. Jinan masih belum sadar, otomatis keseharian Axel hanya di rumah sakit, menjaga Jinan.
Mamanya bahkan blak-blakkan menyuruh Axel untuk bolos sekolah hanya untuk menjaga Jinan sampai sadar. Segitu berharapnya mama Axel pada Jinan untuk dijadikan menantu? Axel rasa, ya. Mamanya terlalu berharap sampai-sampai menelantarkan Axel. Axel pun dibuat lupa dengan masalah pribadinya, hingga Jilan-prioritas utamanya sampai dilupakan.
Rencananya setelah mandi nanti, Axel akan menelepon Jilan, meminta maaf pada cewek itu atas kata-kata yang mungkin menyakitinya? Axel juga ingin bertanya dan sedikit memberi arahan pada Jilan, mengapa dia tak ada sama sekali di rumah sakit padahal yang sakit adalah saudara kembarnya.
Axel mengambil handuk, menyeka seluruh badannya lalu memakai baju yang telah disiapkan Nela sebelumnya. Saat keluar, Axel dikagetkan dengan kondisi kamarnya yang sudah gak berbentuk rapi seperti semua ia meninggalkan kamar ini ke kamar mandi.
"Ngapain, sih?" tanya Axel kesal seraya mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil.
Rivan, cowok itu mendekatkan kepalanya kearah telinga Axel. "Bi Tin ada masak nggak?"
kalau sudah begini inilah yang terjadi. Minta makan. Minta makan mungkin kata yang sakral diucapkan Rivan, kalau bukan Rivan pasti Diro dan Leon. Setiap mereka pergi ke rumah Axel, kata-kata yang berkaitan dengan istilah makan nggak bakalan ketinggalan.
Axel berdecak. Mengambil remote tv lalu menyalakan televisinya. Cowok itu hanya mengabaikan Rivan dan Diro yang berdecak dan bergumam mengatakan 'pelit' Belum tahu mati saja mereka, jika nanti Axel datang penyakit marah, jangan salahkan nyawa kalian sudah berada di atas, ya.
"Panggil aja, sana!" suruh Axel muak mendengar mereka yang berceloteh mengatakan Axel pelit.
Mereka semua bersorak, khusunya Keo. Biarpun Keo jarang minta makan di rumah orang, tetapi jika orang itu mengajak atau menyuruhnya maka Keo nggak akan ada sungkan-sungkan. Langsung makan, kalau dah kenyang pulang, bobo ganteng deh.
"Biar gue yang panggil. Lo pesan apa?" Dengan gesit dan teliti Ragil mencatat satu persatu keinginan teman-temannya yang akan ia sampaikan pada Bi Tin di dapur.
"Masakin kerupuk jengkol, ya!" tambah Leon.
"Allahu akbar, pantesan ada yang bau jengkol mulutnya. Ternyata oh ternyata lo!" seru Diro bermaksud menuduh. Ya, karena Diro udah nggak tahan sama baunya. Makanya ia langsung menuduh Leon, pasti Leon.
Leon menunjuk dirinya. Cowok itu berdecih nggak suka jika dikatakan mulutnya bau jengkol. Ya, emang ia suka jengkol, tapi sehabis makan jengkol Leon makan beras kok. Konon katanya beras bisa ngilangin bau jengkol pada mulut dan Leon melakukan itu setiap habis makan jengkol. Dan terbukti mulutnya udah nggak bau jengkol lagi.
"Mulut gue nggak bau-bau amat kok. Orang gue suka makan beras," ucap Leon jujur.
Keo berdeham. Ada sesuatu yang akan ia bicarakan dengan Axel, masalah Jilan. "Xel, antara Jilan, Natha, Manda sama si Vira mereka mau kemana, ya? Kok foto mereka caption nya kayak perpisahan gitu?" tanya Keo penasaran, apalagi hari ini Jilan nggak masuk sekolah. Ia pikir Axel tau semuanya.
Mendengar nama Jilan membuat mata Axel yang tadinya hampir tertutup kantuk langsung menyala membola begitu saja, Axel segera mencari hpnya untuk menghubungi Jilan-gadisnya. Tidak aktif? Axel mengernyit, kemana Jilan? Kenapa hpnya tak aktif? Pertanyaan kemana Jilan terus berputar di otak Axel.

KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT TWINS [ END ]
Novela JuvenilJilan Agatha. Sifatnya susah diatur dan tak mau diatur, berbanding terbalik dengan kembarannya. Jilan panggilannya, kelakuannya jauh dari kategori 'baik.' Pulang malam sudah menjadi rutinitas rutin dalam hidupnya. Mempunyai saudari kembar yang tak...