Tunangan?

3.7K 292 44
                                    

Jangan lupa vote, ye;)

***

Terhitung ini sudah hari kelima Jilan berada di Indonesia. Empat hari lagi, ia akan kembali ke Roma, Italia. Cepat sekali rasanya jika waktu dihabiskan dengan di rumah saja. Di samping Jilan sudah ada Ken yang berbicara dengan mami Manda-Meysa. Rencananya, hari ini Ken akan mengajak Jilan ke rumah nya. Bertemu Bundanya.

Jantung Jilan berdetak lebih kencang. Ia hanya takut, kejadian yang sama terulang kembali saat Axel mengajaknya ke rumah cowok itu. Namun, yang ia dapatkan bukan restu, tetapi malah penolakan. Saat itu, Mama Axel hanya ingin Jinan yang menjenguk nya.

"Oke, Tante. Saya bawa Jilan dulu. Makasih atas izinnya. Sesuai yang Tante katakan. Saya akan antar Jilan sebelum pukul sembilan malam," ujar Ken sopan.

Meysa mengangguk. Ia sudah menganggap Jilan sebagai anaknya, sama seperti Manda. Ia kasihan dengan Jilan, ia pun juga pernah menawari Jilan untuk menyekolahkan nya, tetapi waktu itu Jilan menolak dengan keras dan memilih untuk berjuang sendiri.

"Hati-hati, ya!" pesan Meysa melambaikan tangannya.

Ken menarik lembut tangan Jilan. Sebenarnya, ia akan mengajak Jilan tiga hari yang lalu, namun cewek itu berkata dia belum siap bertemu Bundanya, padahal kan Bundanya nggak gigit sama sekali, cuma celoteh dan omelan panjang lebar palingan. 

Setelah memasuki mobil Ken, Jilan hanya merenung menatap lurus ke depan. Banyak pikiran batin yang menyerang membuatnya bimbang mau ikut atau tidak dengan Ken. Kalau ia ikut dan Bunda Ken menyukainya, banyak harapan Ken untuk bersama Jilan. Jika tidak, ya, boleh lah alasan Jilan untuk berhenti bersama Ken.

Niat Jilan bukan untuk menyakiti Ken. Ia ingin mencintai Ken seperti dulu, berbagi kisah setiap harinya, menceritakan keseharian mereka satu sama lain. Tapi, itu dulu bukan sekarang. Katakan saja, Ken terlambat mencari nya. Hati ini masih untuk orang yang sama. Axel.

Semuanya Jilan pikirkan, termasuk rasa. Ia belum mencinta Ken seperti dulu, belum busa menerima Ken seperti dulu. Bahkan, rasa sakit itu masih ada, namun tertutupi oleh senyuman tipis. Jilan menoleh pada Ken, cowok itu tampak senang terlihat dari wajahnya yang berbinar cerah.

"Ken?" panggil Jilan pelan.

Perhatian Ken langsung teralih, ia menatap Jilan dengan kening berkerut sesekali matanya menatap lurus kearah depan. "Kenapa, Lan?" tanyanya yang kini sudah menatap lurus ke depan.

Seraya menggigit bibir bawahnya Jilan menggeleng pelan. "Nggak pa-pa," jawab Jilan ragu.

Dengan gemas, Ken mengusap rambut Jilan hingga berantakan membuat cewek itu memberungut kesal. Semua resiko jiak nanti Bunda Ken tak menyukainya, akan Jilan tanggung. Belum dicoba, kan? Makanya coba biar tahu rasanya gimana. Kalau nggak enak, bisa dibilang nggak enak.

Jilan tak sadar bahwa mereka sudah sampai di rumah Ken. Bahkan dadanya lebih berdetak kencang daripada sebelumnya. Keringat dingin ditangannya pun mulai bercucuran. Jilan menatap Ken ragu. Ia tak yakin ini semua bisa berlalu begitu saja.

"Nggak pa-pa, kok. Bunda gue nggak gigit."

Iya, nggak gigit. Cukup mengusir aja, Jilan tahu diri nantinya. 

Ken menarik tangan Jilan menuju dalam rumahnya. Tanpa mengetuk pintu, Ken langsung membukanya, membawa Jilan ke sebuah ruangan yang luas dan lengkap dengan alat-alat elektronik nya. Jilan yakin, ini adalah ruang keluarga.

Ken menuntun Jilan untuk duduk, ia hanya mengikuti apa yang dilakukan Ken. Ken izin, ingin memanggil Bundanya entah dimana. Jilan hanya mengangguk, ia hanya duduk diam seperti boneka yang tak berkutik sama sekali. Seraya menunggu Ken datang Jilan memilih memainkan handphonenya.

DIFFERENT TWINS [ END ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang