Puji syukur Jilan panjatkan pada Allah. Pagi ini setelah lamanya dalam perjalanan akhirnya ia sampai juga disekolah yang mulai ia cintai ini. INGAT! Belum dicintai, kalau kata pak Kepsek sih, yang kita cintai, kalau Jilan belum mencintai sekolahnya apalagi pelajarannya.
Jilan tak memarkirkan mobilnya didalam sekolah, bisa-bisa diamuk Pak Satpam ganteng. Iya, Satpam disini ganteng, umurnya baru 23 tahun dan kece badai banget, tapi sayang Jilan nggak suka sama dia toh, pak Satpamnya juga nggak suka Jilan.
Sebenarnya sih, nggak bisa dipanggil bapak, lebih cocok dipanggil Abang, Akang, atau Mas, lebih menggoda bukan? Jilan keluar dari mobilnya dengan menenteng tas yang cuma berisi dua buku saja, udah nggak ada niatnya belajar ya begini.
Sedikit jauh Jilan berjalan kearah sekolah, akhirnya ia sampai didepan gerbang sekolah yang pagarnya menjulang tinggi. Jilan mengerucut pelan, kemana si bapak Satpam ganteng? Apa dia tak mengawas?
Jilan mendorong-dorong pagar hitam itu dengan kuat. Seraya berteriak ternyata ada yang memanggilnya dari belakang.
"Jilan?"
Jilan menoleh kebelakang menatap siapa yang memanggilnya. Dengan gerakan slow motion. Betapa terkejutnya Jilan menatap segerombolan orang berseragam putih abu-abu yang berada dibelakangnya.
Apakah ini saatnya? Jilan masih belum siap untuk mengatakan yang sebenernya. Kenapa harus Jilan yang bertemu mereka? Kenapa tidak Juna dan Jinan saja? jelas disini yang salah Juna, karena cowok itu biang dari masalah yang ada disini.
"D-Dio?" Jilan memaksakan terkekeh supaya terlihat tak seperti terciduk.
"Lo ngapain?" Bukan Dio lagi yang menanya tetapi, Rayn.
"Lan, kok lo udah lama nggak ke sekolah?"
Jilan mati kutu, gimana caranya ngomong? oke, Jilan akan mencoba bicara. "G-gue--"
"Lo pindah kesini, Lan?" Sean bertanya dengan sinis.
Jilan menggeleng lemah. Dilihatnya kebelakang bahwa ternyata disini cuma ada cowok dari SMA Angkasa, tumben sekali Natha, Manda dan yang lainnya tak jadi ikut. Oke, sekarang bukan itu masalahnya, masalahnya Jilan tak tahu harus berkata apa pada mereka.
"N-nggak kok, gue cu-cuma-- em--" Tuh kan nih mulut, nggak bisa diajak kompromi!! Batin Jilan kesal.
"Cuma apa, Lan?"
Sialan!! Jilan yakin Dio pasti menjebaknya saat ini. Pasalnya cowok itu BBM alias Baik Baik Menyeramkan. Jilan menatap Dio datar, bagaimana pun sekarang ia bukan anggota SMA Angkasa lagi.
"Yo, Rayn, semuanya. Gue bisa jelasin!" ucap Jilan berusaha tenang.
Rayn tertawa hambar, sekarang ia tahu bahwa Jilan sudah tak berpihak pada SMA nya lagi. "Jelasin? Jelasin apa? Jelasin kalau lo udah berpihak ke Pekar?" sinis Rayn.
Jinan menggeleng, bukan itu maksudnya. Sial! Mulutnya ini serasa dijahit benang hingga berbicara sepatah kata saja sulit rasanya.
"Lan, jelasin sekarang!" pinta Vioki dengan dingin.
"G-gue nggak bisa jelasin sekarang!" ujar Jilan takut.
"Lo benar-benar PENGKHIANAT!!"
Jilan menatap Dio marah, dia bukan pengkhianat seperti yang dikatakan Dio. Sehidup semati Jilan tak terima dikatakan seperti itu.
Jilan mendesis. "GUE BUKAN PENGKHIANAT!" teriak Jilan didepan telinga Dio.
"Terus kalau bukan pengkhianat apa?" Kali ini Julio ikut nimbrung.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT TWINS [ END ]
Teen FictionJilan Agatha. Sifatnya susah diatur dan tak mau diatur, berbanding terbalik dengan kembarannya. Jilan panggilannya, kelakuannya jauh dari kategori 'baik.' Pulang malam sudah menjadi rutinitas rutin dalam hidupnya. Mempunyai saudari kembar yang tak...