SADAR

3.6K 313 101
                                    

Hanya karena Jilan yang sakit, Ochi mengabaikan kesibukannya sebagai ibu rumah tangga. Penyesalan banyak terjadi pada dirinya, Sofyan-Suaminya yang mengatakan sabar, setelah ini baru kita cari Jilan. Sebagai seorang ibu, ibu mana yang harus sabar disaat ia tak tahu bagaimana keadaan anaknya. Matanya tak bisa berhenti mengeluarkan air mata. Sakit, sekarang satu berlian nya hilang, sampai kapan pun Jilan adalah anaknya. Anak yang Ochi lahir kan susah payah daripada Jinan.

Makanya sebisa mungkin, Ochi dan Sofyan tetap baik dan sabar dengan sikap serta kelakuan Jilan. Meski segala cara sudah Ochi tujukan pada Jilan, kenapa Jinan bisa Jilan tidak? Sebisa mungkin hanya kata-kata yang itu terlontar dari mulut Ochi. Ia tak ingin, kata-kata kasar dan perbedaan antara Jilan dan Jinan keluar. Tak seperti Sofyan, pria paruh baya itu sudah tak mengontrol kesabarannya lagi. Dia pernah berkata pada Ochi, bahwa itu hanya refleks akibat dari banyaknya pekerjaan kantor.

Malam ini, Ochi pulang ke rumah nya. Lihatlah, rumahnya sudah dipenuhi debu. Ochi memaklumi saja, Juna tak bisa menyapu apalagi ibu mertuanya yang tergolong malas dalam urusan pekerjaan rumah. Dengan mata sembab Ochi berjalan kedalam kamarnya.

Keadaan Jinan masih belum ada perkembangan. Kalau sampai besok masih belum baik, maka keputusan terbaik adalah operasi. Sofyan dan Ochi hanya bisa mengiyakan apa yang terbaik. Biaya banyak mereka keluarkan, tapi tak apa ini semua untuk kesembuhan Jinan. Dan setelah Jinan sembuh, mereka semua akan mencari Jilan, tak memperdulikan kata-kata Riana yang melarang mereka mencari Jilan.

"Huft." Ochi menghela nafas. Ia butuh kesegaran. Segera ia berendam didalam bathub.

Setelah selesai mandi, Ochi menggunakan pakaiannya. Setelah ini rencananya, ia akan tertidur, menetralkan rasa kantuk yang menyerang nya beberapa malam ini. Di rumah sakit ada Sofyan dan Axel. Sebenernya Ochi juga kasihan melihat Axel yang selalu berada di rumah sakit. Anak itu membagi waktunya antara sekolah dan rumah sakit, Ochi jadi nggak tega.

Saat memejamkan matanya, Ochi mendengar ponselnya yang bergetar di samping kasur. Segera ia mengambil. 'Mas Sofyan' adalah penelpon nya. Buru-buru ia menggeser keatas untuk menerima panggilan itu.

"Halo, Mas?" sapa Ochi cepat, mana tahu ada yang penting.

Diseberang sana, Sofyan mengucapkan kata-kata yang membuat air mata Ochi kembali menetes. Tanpa sepatah kata, ia kembali mengambil tas dan kunci mobil untuk ke rumah sakit. Melupakan rasa kantuk demi kabar terbaru dari Jinan.

Setelah sampai, tanpa basa-basi. Ochi langsung menanyakan keadaan Jinan. "Mas, gimana Jinan?" Rasa khawatir dan takut berlebihan mengalir begitu saja.

Wajah Sofyan tampak girang. Pria paruh baya itu memeluk istrinya erat. "Kondisi Jinan sudah membaik. Dia nggak perlu operasi."

Dengan rasa syukur, Ochi mengucapkan terima kasih pada sang kuasa. Ini mukjizat, selama ini Jilan belum sadar-sadar dan kini anak sulung nya telah sadar. Berulang kali kedua orang paruh baya itu mengucap syukur. "Jinan udah buka mata, Mas?" tanya Ochi tak sabaran.

Sofyan mengangguk mantap. "Jinan lagi diperiksa sama Dokter," ujarnya senang.

"Axel?" tanya Ochi saat tak melihat remaja yang beberapa hari ini selalu menjaga Jinan.

"Dia didalam," ucap Sofyan menjawab.

Berulang kali, Axel mengucapkan syukur. Hari yang ia tunggu datang juga, hari Jinan sadar dari komanya. Jangan katakan ia mencintai dan menyayangi Jinan karena ia seperti ini, Axel hanya ingin Jilan cepat sadar supaya fokusnya hanya pada Jilan semata, mencari keberadaan cewek itu.

Didalam ruangan, Axel menggenggam tangan Jinan dengan sedikit malas, nyatanya cewek itu yang memegang tangannya duluan, mungkin Jinan sengaja menggesekkan tangannya pada jemari Axel supaya digenggam.

DIFFERENT TWINS [ END ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang