Malam ini ditemani hembusan angin malam, Jilan terduduk santai dibawah pohon biasa Ia duduki hampir satu tahun ini. Setelah percakapan singkatnya tadi melalui telepon dengan Natha, gadis itu mengatakan rindu pada Jilan dan mengajaknya bertemu ditempat biasa.
Kali ini Jilan yang menunggu Natha datang. Biasanya Natha lah yang menunggu Jilan bahkan dua jam lamanya tetapi itu tak masalah bagi Natha. Sekarang, Jilan datang lebih awal untuk satu jam menunggu Natha.
Ternyata begini rasanya menunggu, tak enak, jengah, bosan dan entahlah.... Perasaan ini tak bisa dijabarkan lagi, cukup diungkapkan dengan kata sudah membuat Jilan jengah dan bosan. Pantas selama ini Jinan membangunkan nya dengan keras dan kasar karena pasti Jinan tak sabaran menunggu Jilan bangun.
Ngomong-ngomong soal Jinan, Jilan jadi rindu dimana kakak kembarnya itu membangunkannya di pagi hari seperti kegiatan pada hari sebelumnya. Namun, sudah dua hari Jilan tak merasakan itu lagi.
Terhitung dua hari, sampai sekarang Jinan masih belum sembuh. Ochi dan Sofyan pun sebenarnya sudah berencana untuk membawa Jinan ke rumah sakit apalagi Jilan yang juga menyetujui itu, namun lain halnya dengan orang yang sakit, Jinan malah menolak dan tak ingin ke rumah sakit seraya meyakinkan bahwa dia akan sembuh.
Jilan menghela nafas pelan, lama sekali Natha datang. Ia yang datang kecepatan atau Natha yang datang terlambat? Entahlah... Jilan sudah bosan dan jengah disini sendirian.
Bukannya takut, tetapi rasanya berbeda ketika hawa begini dan disini pun hanya ada beberapa orang yang berkunjung di taman ini. "Lama banget sih," gumam Jilan membuka hpnya dan menelpon Natha lagi.
"TARA!!" teriak seseorang dibelakang Jilan lantas membuat Jilan kaget setengah mati.
Anggap saja Jilan lebay, memang begitu kenyataannya. Sekarang saja dadanya berdebar naik turun karena kaget. "Sialan lo, kaget tau." Maki Jilan.
Natha hanya menyengir gak jelas. "Hehe, maaf. Gue pikir lo bakalan kaget bertubi-tubi dengan gaya OMG gitu!!"
"Gue bukan lo."
Natha berdecak kesal, tak bisakah sahabatnya ini menyanjungnya karena sudah lama tak bertemu atau sekedar mengatakan rindu saja?
"Lo nggak kangen sama gue?" Natha bertanya dengan menaikkan alisnya.
"Nggak!!" jawab Jilan.
"Lo udah insaf ya, Lan?" Natha mencoba memandang wajah Jilan yang masih sama seperti dua hari lalu ia temui.
Jilan mengernyitkan dahi heran, apanya yang insaf? "Apa yang insaf?" tanya Jinan.
"Lo udah berubah, jarang ngunjungin kita-kita. Kita nongki sepi tanpa lo, Lan," sendu Natha.
Sebegitu beratnya kah efek Jilan tak ada disekolah selama dua hari ini, jujur saja Jilan merindukan sekolah nya yang lama, tertawa, bolos dan ke kantin bersama Natha dan yang lainnya.
Mengenai sekolah barunya, Jilan masih aman-aman saja apalagi sekarang Ia sudah duduk bersama Rindu-teman sekelasnya yang dikenal pendiam tetapi tidak untuk Jilan karena Jilan terus memaksa Rindu agar berbicara walaupun gadis itu terkadang hanya menjawab dengan satu sampai tiga kata paling panjang.
Masalahnya dengan Axel? Uh, Jilan tak pernah bertemu dengan lelaki itu, mungkin ia takut dengan Jilan batin Jilan sombong. Lagian mana ada yang berani melawan seorang Jilan Agatha?
"Mana mungkin gue nimbrung sama kalian lagi," lirih Jilan sedih.
Natha hanya menatap Jilan lesu. "Gimana sekolah baru? Lo tahu nggak sih gue sepi nggak ada lo disisi gue," ucap Natha mengalihkan pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT TWINS [ END ]
Genç KurguJilan Agatha. Sifatnya susah diatur dan tak mau diatur, berbanding terbalik dengan kembarannya. Jilan panggilannya, kelakuannya jauh dari kategori 'baik.' Pulang malam sudah menjadi rutinitas rutin dalam hidupnya. Mempunyai saudari kembar yang tak...