Diujung sana, nampak segerombolan anggota Pekar yang sedang berkumpul. Tertawa bersama dan bernyanyi bersama dalam satu waktu menjadi pilihan yang tepat untuk mereka dikala jam istirahat seperti ini.
Jinan, mata cewek itu sedari tadi tak pernah berhenti berpusat pada anak-anak Pekar. Ia terlalu menunjukkan kekagumannya pada anggota Pekar, bukan mereka semua, tetapi salah satu diantaranya.
Memang matanya pada anggota Pekar, tetapi fokusnya hanya pada satu objek saja. Bahkan makanannya saja tak ia makan saking asyiknya. Zara yang berada di samping Jinan pun ikut menoleh pada siapa fokus mata Jinan.
"Jinan."
"Jinan, ih. Kok cuekin Zara?" Zara merajuk lalu melipat kedua tangannya di dada.
Jinan tergagap, apakah ia tertangkap basah memperhatikan anggota Pekar? "A-aku nggak cuekin kamu kok."
Tak habis pikir dengan Jinan yang tiba-tiba mencuekinya, Zara memilih mendiami Jinan saja biar tahu rasa gimana rasanya dicuekin.
"Zara jangan marah sama aku dong!" Jinan meminta seraya memegang tangan Zara.
Akhirnya luluh juga. "Kamu lihatin apa sih?" Percayalah Zara tak akan marah berlama-lama bersama Jinan karena gadis itu adalah sahabat terbaik nya.
"N-nggak ada kok," alibi Jilan.
"Nggak ada apanya, orang mata Jinan ke sana mulu," Zara menunjuk tempat anak Pekar duduk. "Oh, iya. Jinan kenal sama mereka? Atau cuma sekedar kagum aja! Kalau Jinan kenal sama mereka kenalin dong sama Zara," pinta Zara menaikan alisnya.
Jinan menggeleng. "Aku nggak kenal sama mereka," ucap Jinan bohong.
"Nggak percaya, kalau gitu Zara ngambek sama Jinan lima hari lima malam."
Dasar anak kecil. Ngambek pakai dibilang segala! Bukannya ngambek atau kemauan ya? Bukan dengan ancaman apalagi dibilang mau ngambek kayak gitu. Dasar!
Sedikit ragu, Jinan mulai menceritakannya semua kejadiannya bertemu dengan Axel. Lalu rasanya yang berbeda saat berdekatan dengan Axel. Aneh memang, apalagi pertemuan mereka yang singkat. Namun, dengan tekad yang kuat dan rasa percaya Jinan pada Zara Ia menceritakannya semua tanpa ada yang terlewat satu kisah pun.
"Gitu ceritanya, aku juga nggak tahu apa penyebab pasti setiap aku dekat sama Axel aku jadi kayak gitu," curhat Jinan.
Zara mengetuk-ngetuk dagunya berpikir. "Kapan Jinan ketemu sama si Axel terakhir kali?" tanya Zara mengintimidasi.
Jinan teringat. "Hari minggu yang lalu, waktu aku ngasih Roy makan!" ucap Jinan teringat.
"Roy kan makanya tiap hari. Lalu hari minggu itu banyak," ujar Zara menepuk dahinya.
"Pokoknya hari minggu di pagi hari."
"Ngapain dia ketemu Jilan?" tanya Zara kepo.
Jinan mengangkat bahunya tak tahu. "Itu juga aku nggak tahu. Bahkan, sepulang sekolah Jilan selalu mampir di markas Pekar," ujar Jilan.
"Terus setiap Jinan lihat Axel gimana sih?"
Sejenak, Jinan berpikir. Melihat Axel? Sama seperti melihat pada melihat manusia umumnya lah. Namun, setiap menatap Axel ada rasa senang yang menjalar dihatinya. "Kayak aku ngelihat kamu kok," balas Jinan.
"Jangan-jangan...." Zara menggantungkan ucapannya.
"Jangan-jangan?" tanya Jinan dengan dada berdebar.
"Jinan suka sama Axel."
***
Pelajaran kali ini sungguh membosankan, bagi Jilan. Bagaimana tidak, Pak Ajun sebagai guru Matematika disini langsung menyuruh mereka untuk UH lima menit lagi. Jangankan UH, latihan lihat buku saja, Jilan masih nyontek sama Dudun-teman sekelasnya yang ganteng banget, tapi sayang di kayaknya seorang.... gay. Makanya Jilan jomblo mulu, karena cowok jaman sekarang banyak yang gitu, sama-sama nyari yang panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT TWINS [ END ]
Teen FictionJilan Agatha. Sifatnya susah diatur dan tak mau diatur, berbanding terbalik dengan kembarannya. Jilan panggilannya, kelakuannya jauh dari kategori 'baik.' Pulang malam sudah menjadi rutinitas rutin dalam hidupnya. Mempunyai saudari kembar yang tak...