CINTA

2.1K 247 24
                                    

"Gue sayang dia, dianya sayang Monyet! Makan noh Monyet!! Gue sayang Dimas, Dimas nya sayang mantan. Gue cinta Riko, Riko nya kagak mau."

Patah hati membuat Natha tak segan-segan mengeluarkan suara cemprengnya. Ia tahu rasa sakitnya ini udah tak bisa di lampiaskan kepada siapapun makanya, ia melampiaskan ini dengan mengeluarkan suara cemprengnya.

Biasanya, jika kecewa dan sakit hati seperti ini akan ada cowok yang menemaninya. Sekarang? Udah tak ada. Semuanya sudah hilang ditelan bumi. Cowok yang selalu ia banggakan dan ia sayangi ternyata mempunya kelainan belakang atau fakboy.

Menyesal? Buat apa? Toh, sebelum terlanjut mencintai lebih baik tahu sekarang sifatnya seperti apa. Natha juga fakgirl tak apalah, palingan bentar lagi ia juga punya pacar baru yang lebih ganteng dari si mantan.

Disaat seperti ini hanya Jilan lah yang selalu menamainya dalam keadaan bagaimana pun. Besok adalah hari Kamis. Namun, karena para guru mengadakan rapat sekolah diliburkan. Mendengar kata libur saja sudah membuat Jilan dan Natha senang nggak ketulungan, karena bahagia nggak harus pakai uang.

Begitupula dengan Jilan, seolah lupa dengan panggilan Axel tadi siang. Bahkan ia dan Natha langsung pulang ke rumah Jilan karena Jilan akan menginap di rumah Natha. Izin nggak izin Jilan tak peduli lagi toh, papanya akan tetap berkata buruk padanya.

"Apes... apes... apes banget. Anjim... anjim... anjim banget... anjim banget anjim banget."

"Udah deh, Nath. Lagian salah lo sendiri ngapain dekatin cowok yang jelas-jelas udah punya gebetan. Sakit sendiri kan?" Jilan menyela menyadarkan kesalahan temannya itu. "Kalau pun Dimas suka sama lo, palingan di duain," tambah Jilan terkekeh menutup mulutnya.

Natha melemparkan kerupuk ma-ma yang sudah mereka goreng dari rumahnya pada Jilan. "Sialan lo, Lan. Teman lagi galau malah ngomong yang nggak benar," seru Natha kesal.

Duduk ditepi jalan komplek Natha, ditemani angin malam, disinilah Jilan dan Natha sekarang. Keduanya duduk seraya menikmati motor dan mobil lalu lalang jalanan. Dengan bermodalkan air dingin dari rumah dan kerupuk ma-ma yang sudah digoreng dari rumah itulah yang menjadi teman ngemil mereka berdua. Katanya sih lumayan, nggak ngeluarin uang, maunya hemat dong.

"Enak banget deh kerupuk gorengan gue ada rasa pahit-pahitnya."

Natha tertawa kencang dengan mulut yang menganga. Bisa-bisanya ia mempunyai teman yang gobloknya hqq sekali. Pahit? Itu hangus. Maklum saja karena saat menggoreng kerupuk tadi Jilan dan Natha malah asik berjoget-joget. Bukannya melihat kerupuk yang matang nya sudah kelewatan malah joget.

"Itu hangus, Mpret!!" kata Natha memperjelas.

"Jinan udah tidur nggak, ya?"

Sontak Natha langsung menoleh lagi pada Jilan. Kenapa temannya ini peduli sekali pada kembarannya itu? "Kenapa lo? Tobat? Kenapa baru ingat kembaran sekarang?" tanya Natha heran.

Jilan menggeleng. "Ingat aja sih. Biasanya jam segini dia udah tidur dan gue udah mulai ambil kasur lipat buat tidur dibawah terus jam empat pagi gue bangun lagi dan pindah keatas." Jilan mengingat dimana ia sudah melakukan kegiatan rutin itu selama dua hari ini.

Rencananya, Omanya akan datang besok. Namun, Jilan yang kurang akrab dengan Ibu dari Papanya itu hanya biasa-biasa saja saat orang-orang menyambutnya besok. Jilan tergolong lebih dekat dengan Neneknya, Ibu dari Mamanya.

"Oma lo jadi pindah ke rumah?" tanya Natha pelan.

Jilan mengangguk. "Jadi. Kayaknya hidup gue bakalan diperketat kalau ada si lampir." Jilan tau betul, dimana sekitar dua tahun lalu Omanya itu datang ke rumah dan melanggar semua kegiatan yang akan dilakukan Jilan.  Pernah Jilan berkata bahwa itu bukan lah rumah Omanya, tetapi dengan angkuhnya wanita paruh baya itu berkata bahwa itu rumah anaknya.

DIFFERENT TWINS [ END ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang