"Baik-baik nyucinya," tegur Keo terdengar perintah.
"Benar tuh. Kayaknya cucian lo nggak bakal selesai-selesai deh, Lan. Bersih satu kotor sepuluh," timpal Diro ikut nimbrung.
Jilan berdecak. Makin hari, mereka semua bertambah spontan pada Jilan, seenaknya saja. Jilan yang jadi babu apalah daya. Terlebih lagi disini tak ada Axel. Walaupun Jilan dan Axel semakin dekat, akan tetapi pekerjaan yang satu ini tak boleh terlewatkan. Ada untungnya sekarang Jilan mencuci motor yaitu, dikasih sepuluh ribu per hari.
Lumayan bukan? Bisa buat beli bubur Mang Ijo. Jilan memandang wajah mereka satu-persatu. Jika Axel ada disini pasti cowok itu ikut nimbrung memerintah nya sana-sini.
"Diem deh lo pada. Yang bos disini cuma Axel bukan lo pada. Terserah gue mau nyuci bersih atau nggak," sentak Jilan garang seraya mencuci asal mobil.
"Ye, dibilangin malah ngelunjak," Leon berkata seraya meminum minuman soda miliknya.
Rivan beranjak duduk. Cowok itu melemparkan sebotol air mineral pada Jilan yang ditangkap langsung oleh cewek itu. "Thanks," balas Jilan tersenyum.
Jilan meneguk air mineral yang diberi Rivan hingga tersisa setengahnya. Kembali, Jilan melanjutkan cucian pada mobil Ragil yang sebentar lagi akan selesai.
Jilan bernafas lega saat cucian mobil Ragil telah usai. Cewek itu berjalan dengan santai kedalam markas seraya menlap tangannya dengan kain bersih supaya kering. "Axel kapan pulang?" tanya Jilan pada Keo. Pasalnya dari pulang sekolah Axel dan Ragil pergi entah kemana, katanya ada urusan penting.
Bukan Jilan kangen Axel, tapi kangen uangnya. Meskipun sepuluh ribu, tidak masalah lah buat nambah jajan apalagi bisa buat beli bubur Mang Ijo.
"Nggak tau. Katanya sih sebentar. Tapi, sampai sekarang datang juga," Keo memilih duduk sambil memainkan hpnya.
"Gaji?" Rivan tahu maksud dari Jilan menanyai Axel.
Jilan menggeleng. Jaim dulu biar jadi cewek sempurna nggak matre. "Nggak kok."
Leon memicingkan matanya menatap Jilan. Kalau bukan gaji lalu apa? Jangan bilang anak Pekar tak tahu kalau Jilan dan Axel sudah dekat selama ini. Malahan mereka sering menggoda Axel dan Jilan ketikan berkumpul seperti ini.
"Lo kangen Axel, ya?" Leon memicingkan matanya menatap Jilan curiga.
Jilan menggeleng cepat, tak mungkin ia kangen. Masalah kemarin, dimana ia cemburu pada Jinan yang digendong Axel ke UKS, Axel malah santai saja seolah tak terjadi apa-apa, dari sana Jilan tahu bahwa Axel biasa saja kepadanya.
"Enak aja kalau ngomong. Buat apa gue kangen dia, toh, disekolah selalu ketemu," Jilan mengerucutkan bibirnya lalu duduk santai di samping Keo.
"Assalamualaikum, gue datang. Nih, karena gue baiknya nggak ketulungan, gantengnya nggak terkalahkan. Nih, gue bawain kalian bakso bakar." Axel, datang dengan kedua tangan yang memegang plastik berisikan bakso bakar, mungkin?
"Wa' alaikum salam. Wah, lo baik bener, Xel. Ini nih yang namanya teman, lo benar-benar ganteng deh," puji Leon menyambar kantong plastik itu.
"Eits, jangan salah. Karena gue belinya pas-pasan kalian cuma boleh makan satu tusuk," ujar Axel mengingatkan seraya memakan bakso dengan plastik yang berbeda.
Leon bedecih kesal. "Nggak jadi ganteng," ujarnya pelan.
"Cuma satu tusuk? Unfaedah." Rivan mengalihkan pandangannya nggak sudi makan bakso satu tusuk meski baunya... mantap.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT TWINS [ END ]
Teen FictionJilan Agatha. Sifatnya susah diatur dan tak mau diatur, berbanding terbalik dengan kembarannya. Jilan panggilannya, kelakuannya jauh dari kategori 'baik.' Pulang malam sudah menjadi rutinitas rutin dalam hidupnya. Mempunyai saudari kembar yang tak...