Jilan menatap sekeliling rumahnya, dari sudut ke sudut untuk mencari siapa yang bertamu kerumahnya pagi begini. Ada urusan apa orang itu mengunjunginya? Sepenting apakah urusannya sampai sepagi ini? Apakah ia ingin memberikan tiket gratis liburan untuk Jilan? Oh, semoga saja, Jilan sangat berharap akan itu.
Beralih ke dapur, Jilan berpikir bahwa mamanya mengajak orang itu untuk sarapan mengingat ini masih pagi tak mungkin orang itu sudah sarapan. Mata Jilan bergerak ke sana-kemari namun masih orang rumah saja yang ia temui yakni, mamanya tercinta dan bibi.
"Mana orang yang pengen ketemu Jilan, Ma?" Jilan bertanya sembari mengoles selembar roti dengan selainya.
Ochi menatap Jilan, perasaannya tadi orang yang menunggu Jilan ada diruang tamu. "Tadi ada diruang tamu, sekarang udah nggak ada?" tanya Ochi heran.
"Nggak, makanya aku tanya Mama."
"Coba kamu lihat diluar," ucap Ochi.
Menghela nafas pelan, akhirnya Jilan bangkit dari duduknya. Saat diujung pintu ingin keluar, Jilan mendengar suara tawa keras milik Jinan dan suara... cowok. Sesaat Jilan terpaku tak pernah kembarannya itu tertawa segitu kuatnya, ada apa dengan Roy? Apakah Roy sudah bisa berbicara?
Jilan mengintip dari celah pintu. Betapa kaget nya Axel melihat siapa teman Jinan tertawa, ternyata... ngapain dia kesini? Jilan harus kabur sebelum hal tak diinginkan terjadi padanya.
Namun, saat berbalik sialnya, tangannya menyinggung pintu hingga pintu mengeluarkan bunyi nyaring yang membuat kedua remaja itu sontak berbalik ke hadapannya.
"Jilan, ayo!!"
Jilan membelalakkan matanya saat Axel berlari ke hadapannya dan menarik tangannya paksa menuju motornya yang terparkir ditepi jalan. "Eh, lo mau ngapain?" tanya Jilan tanpa rasa takut.
"Lo harus nyuci motor!!" tegas Axel.
Ingin sekali Jilan menampar mulut cowok ini, masa sepagi ini sudah mencuci motor saja? "Nggak, gue nggak mau ya! Ini hari minggu gue mau senang-senang dulu. Bukan nyuci motor kalian," tegas Jilan bergaya sombong.
"Lo nggak ingat? Motor yang lo cuci banyak. Kalau lo nggak mau nyuci berarti lo nggak adil jadi orang."
Jilan menatap Axel bermaksud agar cowok itu memperjelas ucapannya. "Seperempat motor udah lo cuci sedangkan yang lainnya? Nggak adil tahu!" sambung Axel sedikit jengkel.
Haruskah jadi tukang cuci lagi disaat hari ini adalah hari terindah yang hanya bisa didapatkan dalam waktu seminggu sekali, aish, harus gimana ini? Tadi malam Jilan sudah berjanji akan menemui seluruh anak Angkasa untuk berkumpul.
Sejauh ini, yang tahu Jilan bersekolah di Kartika pun baru Natha, Manda dan Vira. Selebihnya tak ada karena ketiga gadis itu pandai dalam menutupi semuanya. Rencananya hari ini Jilan akan bertemu langsung dengan anak Angkasa dan menceritakannya secara jujur.
"Axel jangan hari ini deh, gue banyak PR," alibi Jilan memelas.
Axel memicingkan matanya tak percaya. Sungguh, ia tak percaya dengan omongan Jilan. Menurut berita dari Keo, Jilan saja tak pernah mengerjakan PR di rumah. Palingan dia akan mengerjakan PR lima menit sebelum guru masuk hasil contekan dari Rindu atau Keo.
"Gue nggak percaya!! Cepat deh!"
"Kalian mau kemana?"
Suara itu menghentikan kegiatan Axel yang menarik tangan Jilan dengan kuat menuju motornya untuk dibawa ke markas Pekar. Jinan, gadis itu bertanya menghampiri kedua remaja yang sedang cek-cok itu.
"Nan, lo mau pergi nggak?" Jinan menggeleng tak ingin menjawab pertanyaan Jilan.
Jilan mendengus kesal, kembarannya ini benar-benar tak bisa diajak kompromi sama sekali. Iya ya iya. Tidak ya tidak. Harus itu saja yang ada di pikirannya. Coba saja si Zara itu yang meminta bantuannya pasti segala cara Jinan lakukan, sedangkan Jilan apa salahnya bilang iya saja selesai kan? Batin berbicara kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT TWINS [ END ]
Teen FictionJilan Agatha. Sifatnya susah diatur dan tak mau diatur, berbanding terbalik dengan kembarannya. Jilan panggilannya, kelakuannya jauh dari kategori 'baik.' Pulang malam sudah menjadi rutinitas rutin dalam hidupnya. Mempunyai saudari kembar yang tak...