Melepaskan

3.8K 273 15
                                    

Selamat membaca😉

***


Sudah ke sana kemari Axel mencari keberadaan Jilan di bandara tetapi hasilnya nihil. Ia mengusap wajah kasar. Kemana lagi ia harus mencari Jilan? Tubuh Axel mendadak lemas, mendengar mikrofon yang mengatakan pesawat keberangkatan Jilan ke Roma akan take off. Untuk menegakkan kaki saja rasanya Axel tak kuat. Dengan lunglai Axel berjalan menuju mobilnya, meninggalkan bandara seraya mengucapkan, "Selamat jalan, Lan. Semoga lo bahagia sama Ken sialan itu!"

Axel mengendarai mobilnya menuju rumah sakit tempat Jinan dirawat. Apakah Jinan memang ditakdirkan untuknya? Uh, bagaimana pun nanti takdirnya, Axel akan tetap menerimanya. Yang di atas sudah mengatur segalanya, kamu hanya tinggal menikmati dan jalani saja sesuai alurnya.

Kacau balau, berkali-kali Axel memukul kuat setir mobilnya. Ia terlambat mencegah Jilan supaya tak jadi pergi. Kini Jilan-nya sudah pergi jauh dari sisinya. Sesampainya di rumah sakit, Axel langsung melangkahkan kakinya menuju IGD tempat Jinan berada. 

Betapa terkejutnya Axel melihat Jilan yang sedang memeluk Ochi. Tidak, matanya pasti salah. Jilan dan Jinan miliki wajah yang sama dan itu pasti Jinan yang tersadar dari pingsannya. Axel melangkah maju, dengan pelan ia memberanikan duri untuk mengusap bahu orang yang memeluk Ochi.

Yang benar saja, dia adalah Jilan karena tak memiliki tahi lalat. Tanpa aba-aba Axel langsung memeluk Jilan erat. Tanpa mempedulikan Mamanya-Nela, Ochi, Sofyan, Riana dan Juna yang menatap mereka. Axel bersyukur. Akhirnya Jilan tak jadi pergi. Badan dan lutut yang tadinya lemas kini langsung segar dalam sekejap mata saja.

"Lo nggak jadi pergi, Lan? Alhamdulillah," syukur Axel melepas pelukannya.

"Ayo, Lan. Kita besok nikah. Supaya lo nggak diambil orang ataupun pergi-pergi lagi dari hidup gue!" ujar Axel yakin.

Nela mendelik kesal. Harus mulut nya ini sampai berbusa mengatakan kalau ia tak suka pada Jilan. Ia hanya ingin Jinan jadi menantunya. Jinan adalah menantu idaman nya, jika Axel tetap kukuh dengan Jilan, maka ia akan bertindak lebih lanjut untuk memisahkan Jilan dan Axel.

"Axel. Mama nggak suka kamu nikah sama dia. Hari ini juga kamu sama Jinan tunangan," tekan Nela, tak terbantah kan sama sekali.

Axel menggeleng tak setuju. Ia hanya ingin Jilan. "Nggak, Ma. Axel hanya ingin Jilan. Axel sama Jilan yang akan tunangan bukan sama Jinan," ujar Axel, kukuh dengan sendirinya juga.

Riana angkat suara. Wanita paruh baya itu sangat menyayangkan Jinan dan Axel bersatu. Axel orang kaya. Otomatis jika Jinan dan Axel bersatu ia akan hidup mewah lagi. "Betul. Jika Jinan sadar nanti, kalian harus tunangan!" balas Riana menekankan setiap katanya seraya melirik tajam pada Jilan yang menunduk.

"Udah, Ma, La. Nggak usah diperpanjang. Apapun yang terbaik nantinya aku ikut aja. Asalkan itu membuat anak-anak bahagia," timpal Ochi yang di anggguki Sofyan.

Jilan menatap kearah Axel. Cowok itu terlihat marah. Jilan jadi teringat saat ia melempat batu pada motor cowok ini. Pasti mukanya lebih marah daripada ini. Jilan jadi cekikan sendiri. Ia menatap Axel dengan sorot penuh rindu.

Jujur saja, rindu nya pada Axel belum terbayar habis. Ibaratnya, masih berhutang. Jilan tersentak saat Axel menarik tangannya paksa entah kemana. Jilan hanya pasrah, ia mengikuti jejak Axel dari belakang. Disini, Axel menyeretnya ke taman rumah sakit. Suasana cukup sepi. Hanya ada anak-anak yang sedang bermain petak umpet.

Axel kembali memeluk Jilan. Ragu-ragu Jilan membalasnya. Terasa air mata yang menembus bahunya, Axel menangis. Ragu-ragu, Jilan membalas pelukan Axel. Ia benci dirinya yang sekarang yang sangat mudah cengeng. Sedikit ada yang sedih nangis. Jilan lebih senang dirinya yang dulu, berani dan tak ada takut apa-apanya. Dibandingkan dengan yang sekarang yang sangat mudah untuk menangis, ya, walaupun yang ia tangiskan adalah hal yang menyedihkan untuk diingat.

DIFFERENT TWINS [ END ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang