Selamat membaca;)
***
Pagi ini, Jilan dapat kabar bahwa kafe hari ini tutup. Tentu ini jadi kebahagiaan bagi Jilan. Ia melangkah menuju kamar mandi, hari ini ia akan bersenang bersama Natha dan Vira. Katanya mereka akan belanja sepuasnya traktir dari Vira karena cewek itu terima gaji. Senang sekali bukan? Kemarin juga Jilan ditawari untuk bekerja di kantor Vira, tetapi Jilan menolak karena jujur saja ia sudah nyaman kerja di kafe.
Setelah selesai mandi, Jilan memakai bajunya segera. Ia menyempatkan untuk sarapan dengan roti tawar yang ia beli tadi malam. Saat membuka pintu Jilan lantas kaget, matanya menatap seorang cowok yang berdiri dengan tangan yang dimasukkan kedalam saku celana Jeansnya. Cool.
"K-Ken?" Jilan mengusap matanya takut jika ini adalah mimpi yang tak ia inginkan sama sekali.
"Iya, ini gue."
"Lo ngapain?" tanya Jilan heran. Pasalnya ia tak pernah menyuruh Ken datang kesini. Apalagi hatinya yang tetap tak bisa menerima cowok ini.
"Gue minta maaf. Maaf atas segalanya. Atas perkataan gue. Benar, ya, cinta itu nggak harus dipaksa. Cinta itu tulus, dari hati yang terdalam." Ken menarik nafas pelan. "Dari sini, gue yakin. Hati lo bukan untuk gue, gue udah tunggu-tunggu lo untuk datang ke rumah gue. Tapi, apa? Lo sama sekali nggak datang ke rumah gue," ucap Ken, sesak rasanya mengungkapkan ini semua. Namun, dari sini juga Ken mengerti apa arti cinta yang sesungguhnya. Cinta tak bisa dipaksa, tak harus memiliki, cinta itu tulus bukan paksaan.
Tak ada yang lebih baik dari melihat Jilan bahagia. Ia pernah membuat Jilan kecewa, wajar saja cewek itu tak mau menerimanya lagi. "Lan, gue minta maaf. Minta maaf yang sebesar-besarnya sama lo. Gue sayang sama lo, sayang gue disini nggak harus memiliki," ucap Ken memaksakan senyuman nya.
Dengan cepat, Jilan memeluk Ken. "Gue udah maafin lo kok."
"Makasih, Lan. Gue sayang lo," ucap Ken seraya mencubit hidung Jilan gemas.
"Gue juga sayang lo."
Tanpa mereka sadari, ada Axel yang menatapnya kecewa. Jilan-nya benar-benar telah melupakannya. Tak ada kata kita lagi diantara mereka. Sudah jelas bukan? Jilan sudah mengatakan 'sayang' pada cowok lain, dan itu bukan dirinya. Sudah jelas sekali, bahkan semenjak Jilan pulang dari Roma, dia sama sekali tak pernah mengatakan 'sayang' lagi pada Axel.
Mulai saat ini, Axel melepaskan Jilan. Ia akan berhenti berjuang, melupakan semuanya. Ia hanya ingin berjuang untuk kesembuhan Jinan, mencoba menerima cewek itu meski ini adalah hal berat. Tak apa, Axel akan belajar mencintai Jinan dari awal. Ia tahu Jilan tinggal disini dari Keo, Keo pun harus membujuk Natha untuk memberi tahu tempat tinggal Jilan. Axel ingin memberi tahu, bahwa keadaan Jinan semakin kritis. Namun, apa yang ia lihat tak sesuai dengan ekspetasinya.
Seraya menghapus air matanya yang menetes, Axel melangkahkan kakinya pergi. Ia harus kuat, ada Jinan yang harus ia semangati.
"Gue juga sayang lo, sebagai Kakak," lanjut Jilan diiringi dengan kekehannya.
"Iya gue. Tahu," balas Ken mendengus kesal.
"Tetep bahagia, ya. Gue yakin, lo pasti dapatin orang yang lebih baik dari gue dan Shena. Orang yang bisa mencintai lo dengan tulus yang pastinya membuat lo bahagia lebih dari apapun," doa Jilan.
"Makasih, lo juga. Tetap bahagia dengan apa yang ko punya. Sini peluk perpisahan." Ken merentangkan tangannya yang pasti disambut Jilan dengan antusias.
"Btw, lo mah kemana?" tanya Ken.
"Gue mau ke rumah Natha sih. Kita mau main-main aja," kata Jilan bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT TWINS [ END ]
Dla nastolatkówJilan Agatha. Sifatnya susah diatur dan tak mau diatur, berbanding terbalik dengan kembarannya. Jilan panggilannya, kelakuannya jauh dari kategori 'baik.' Pulang malam sudah menjadi rutinitas rutin dalam hidupnya. Mempunyai saudari kembar yang tak...