Jalan Terbaik

4.8K 277 0
                                    

Selamat membaca

***

Keadaan jalanan pagi ini macet membuat Jilan harus menghela nafas kasar. Pagi ini, dihari senin ia berniat mencari pekerjaan. Tujuannya adalah kafe haluan. Ya, tempat biasa yang dulu sering ia gunakan bersama Natha untuk nongkrong. Jilan sengaja memilih kafe itu, supaya nanti kampus dan tempat kerjanya berdekatan. Sudah tiga hari Jilan tinggal di apartemen Natha. Semuanya baik-baik saja.

Masalahnya, Axel-cowok itu masih sering mengirimi Jilan pesan, namun sebisa mungkin Jilan menolaknya. Axel juga gencar meyakini Jilan kalau hatinya hanya untuk Jilan. Jika masih tak membalas. Ketika ia hendak move on ada-ada saja tantangan dan rintangan yang akan ia hadapi. Kalau sudah begini, gimana move on nya? Benar-benar kacau. 

Jilan duduk menyimpit disudut angkot. Ia terpaksa duduk disini karena Ibu-ibu yang ingin belanja ke pasar amatlah banyak. Jilan hanya bisa mengelus dada sabar. Namun, Jilan sudah biasa dengan hal ini, tak apa dulu ia juga sering naik angkot.

"Pak, turun!" teriak Jilan nyaring.

"Siap, Necan!" Pak Ichan-supir angkot pun memberhentikan angkotnya.

"Terimakasih, Bagan. Semoga harini banyak yang naik, ya, pak. Jilan pergi dulu, besok pagi tungguin Jilan ditempat biasa, ya, Bagan!" pesan Jilan yang di angguki Pak Ichan.

Necan-panggilan spesial dari Pac Ichan untuk Jilan yang artinya 'Neng Cantik,' sedangkan Bagan-panggilan spesial dari Jilan untuk Pak Ichan yang artinya 'Bapak Ganteng'. Meski baru beberapa hari kebal, tetapi sikap Pak Ichan sangatlah baik dan humble.

Emang sih kafenya belum buka. Tapi, menurut informasi yang beredar, kafe ini mencari karyawan. Dan pendaftaran nya dibuka pada hari ini-Senin dari pukul delapan sampai dua siang. Langsung saja Jilan memasuki kafe tersebut.

"Halo, Bos. Good pagi," sapa Jilan, sok akrab dulu, biar keterima.

"Halo, selamat morning."

Jilan hanya bisa melongo mendengar jawaban dan bosnya ini. "Apa kabar Bos? Banyak duit nih kek nya," ujar Jilan tertawa. Aduh serasa orang paling akrab gue sama si Calon Bos, batin Jilan dalam hati.

"Alhamdulillah, saya baik-baik saja. Apakah kamu baik-baik saja? Sepertinya kamu baik-baik saja," ujarnya-Bos Sultan. Namanya saja sudah sultan, apalagi orangnya, nggak sesuai ekspektasi.

"Ya, seperti yang Bos bilang," ujar Jilan.

"Ekhm, Santi buat kan tamu saya ini minuman paling spesial disini!" suruh Bos Sultan pada Santi-karyawannya.

"Bos, kasih saya kerja dong," pinta Jilan.

"Kerja apa?"

"Lah kan katanya bos terima karyawan," ucap Jilan mendengus kesal.

Bos Sultan mangut-mangut seraya memegang jenggotnya. "Kamu mau jadi pelayan?" tanya Bos Sultan.

Jilan mengangguk kan kepalanya kuat. "Saya mau, Bos. Makanya saya daftar," ujar Jilan semangat.

"Kamu lulusan, apa?"

"Saya mah, lulusan SMA, Bos. Kalau saya daftar jadi istrinya Bright juga diterima," ujar Jilan, PD.

Bos Sultan menaikkan sebelah alisnya. "Siapa itu Bright? Kenapa orang terkenal seperti saya tidak mengenal Bright itu? Oh, saya yakin, dia pasti satu diantara berjuta fans saya diluar sana."

Boleh muntah, nggak? Kepengen sekali Jilan muntah disini, tapi sayang lantainya baru di pel. Jilan menatap Bos Sultan seraya menggeleng heran, ternyata oh ternyata calon Bosnya ini bisa halu juga, ya. Ternyata masih ada orang halu selain Jilan didunia ini.

DIFFERENT TWINS [ END ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang