Dari pada belajar mending bolos, itulah yang dilakukan Jilan dan Natha siang ini. Keduanya sama-sama kompak ingin bolos bersama. Katanya sudah lama tidak bolos bareng. Mereka berdua kini berada di warung bubur mang Ijo. Siang ini, bubur Mang Ijo sudah habis karena Jilan dan Natha adalah pelanggan terakhirnya hari ini.
"Mang, enak," puji Natha tersenyum mengacungkan jempolnya.
Mang Ijo tersenyum bangga, dipuji seperti ini rasanya sudah melayang. Mang Ijo adalah penjual bubur yang sudah merintis selama kurang lebih lima tahun lalu. Bubur yang ia juga murah dikantong dan enak menjadi salah satu daya tarik pembeli untuk membeli buburnya, biarlah sedikit untung yang penting laris-manis, itulah slogan bagi mang Ijo.
Natha mengusap sudut bibirnya jika ada bubur yang menempel di sudut nya kan nggak unyu lagi. Diseberang sana adalah sekolah mereka dulu, SMA Angkasa. Natha teringat ketika mereka dulu sering bolos kesini karena jarak sekolah yang dekat.
Namun, saat ini mungkin jika mereka ingin bolos ke warung bubur mang Ijo akan memakan waktu yang cukup lama. Jarak dari SMA Kartika ke warung Mang Ijo saja amatlah jauh.
Berbeda dengan Jilan, cewek itu malah sibuk memainkan hpnya. Ekspresi wajahnya pun tak menentu, kadang ada kesal, senyum dan kadang tertawa kecil. Hal itu tak luput dari pandangan Natha yang menatapnya heran sekaligus bingung.
"Lo kenapa, Lan?" tanya Natha tak tahan melihat ekspresi Jilan.
Jilan hanya menggeleng kecil dengan mata yang tak beralih sama sekali dari layar handphonenya. Natha berdecak kesal, kenapa Jilan suka senyum sendiri? Memang hp lebih lawak dari pada sahabat sendiri. Natha teringat, pasti Jilan sedang ber-halu, huft, nasib punya teman suka halu, kayak orang gila, ya seperti ini.
"Lan, jangan halu disini deh. Malu dilihatin banyak orang." Natha menutup wajahnya dengan tas karena banyaknya pandangan aneh dari orang yang berlalu lalang di jalanan pada mereka lebih tepatnya pada, Jilan.
"Apa sih, Nat? Gue yang halu ngapain mereka yang syirik? Ini hidup gue, halu adalah hobi gue."
Natha menghela nafas gusar, segini kah nasibnya punya teman yang hobi halu? Dulu, Jilan buka cewek yang suka ber-halu, malahan dulu ia pernah mengejek Pinki, teman sekelas mereka waktu kelas 11 di SMA Angkasa. Jilan pernah mengatakan pada Pinki bahwa halu itu adalah kegiatan yang tak ada gunanya, memikirkan orang yang tidak mengenal kita, tapi kita mengenal orang itu.
Namun, beberapa saat setelahnya. Pinki mengenalkan sebuah aplikasi halu pada Jilan. Apalah daya, seminggu setelah sering membaca cerita di sana Jilan menjadi cewek yang halu, setiap hari ia lalui dengan cerita halu bersama Pinki. Bahkan teman sekelas mereka pun sampai tutup telinga jika mereka berdua sudah bercerita.
Untung, waktu kelas 12 Jilan berbeda kelas dengan Pinki membuat Natha bahagia. Natha pernah berdoa semoga semua jiwa halu Jilan punah dari kehidupannya. Namun, benar. Tetapi, itu hanya sebentar, karena akhir-akhir ini cewek itu mengulang hobi lama lagi.
"Lan, ketempat lain yuk!" ajak Natha menggeser tas yang menjadi penutup wajahnya tadi.
Jilan berdecak. "Tunggu dulu, Nat," pintanya.
Dengan kesal, Natha merampas ponsel Jilan dan melihat semua yang dilakukan Jilan. OMG!! Bukan halu, tapi nyata. Ternyata Jilan sedang chat dengan cowok yang bermana....
"Lan, ini?" Mulut Natha serasa dijahit saat melihat itu.
"Lo sama Axel, pacaran?" tanya Natha membaca seluruh chat Jilan dengan Axel dari awal.
Jilan menggeleng. Siapa juga yang pacaran, lagian Jilan dan Axel hanyalah bos dan budak. "Siapa juga yang pacaran, lo nggak lihat dia kirim pesan apa?" decak Jilan kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT TWINS [ END ]
Teen FictionJilan Agatha. Sifatnya susah diatur dan tak mau diatur, berbanding terbalik dengan kembarannya. Jilan panggilannya, kelakuannya jauh dari kategori 'baik.' Pulang malam sudah menjadi rutinitas rutin dalam hidupnya. Mempunyai saudari kembar yang tak...