Sore ini Jilan menghabiskan waktu bersama Axel. Lumayan, katanya Axel tak ada kerjaan makanya bisa menghabiskan waktu senang-senang. Perjanjian cuci motor antara Jilan dan Axel pun sudah berakhir. Kini Jilan bebas dari jeratan Axel.
Keo, Leon dan Diro yang mendengar keputusan Axel akan memberhentikan Jilan mencuci motornya pun menggeram kesal. Bagaimana tidak, setidaknya uang yang dipakai bisa digunakan untuk membeli mi rebus, mengenyangkan perut.
Jilan memandang wajah Axel. Kini Jilan sudah menjadi bucin Axel. Entah apa yang terjadi, yang terpenting kini Jilan dan Axel saling terbuka satu sama lain. Apalagi Axel yang mengatakan bahwa akan berjuang demi hubungan mereka, menghadapi mamanya yang keras kepala.
Disini, di taman. Bukan hanya ada Jilan dan Axel. Tetapi, juga ada Natha, Diro, Leon, Keo, Ragil dan Rivan. Jilan juga mengajak Rindu, karena Natha sangat kepo dan siapa sosok Rindu yang sebenarnya.
"Mana sih si Rindu?" Itulah pertanyaan yang mungkin untuk kesekian kalinya keluar dari mulut Natha. Cewek itu seolah tak sabar untuk bertemu dengan Rindu.
Jilan berdecak kesal. "Tunggu dulu. Katanya minta izin dulu dan sekarang baru berangkat!" jawab Jilan kesal. Harus kah ia menjawab pertanyaan yang sama?
"Tau. Nggak sabaran banget jadi orang. Lagian antara lo sama Rindu cantikan Rindu lah."
Natha melempar sandal jepit nya kerah wajah Keo. Cowok itu seolah saja mengolok-olokkan nya. Disaat Natha malah serius, tapi dengan santai nya Keo membawa candaan.
"So, Rindu ngapain di ajak? Nanti si Rivan malah suka," celutuk Ragil menggoda Rivan.
Rivan berdecak. Sejak kapan pula ia suka Rindu. "Kurang kerjaan gue pacaran. Gue maunya langsung halal kagak pakai pacar-pacaran." Ilmu agama Rivan mulai keluar.
"Pas jadi pacar aja masih cupu, dekil, hitam. Pas jadi mantan aja udah kenal filter, gaya uh keren, putih, glow lagi." Leon, cowok itu membayangkan para mantan nya.
"Iya, juga. Pas jadi mantan aja udah cantik ke bantu filter."
"Katanya lo nggak punya mantan. Gimana ceritanya?" tanya Jilan garang setelah mencubit lengan kekar Axel dengan kuat.
"Mantan orang, Lan," sambung Axel cengengesan.
Sama dengan sebelumnya, canda dan tawa menghiasai taman tempat mereka duduk, bukan piknik tetapi hanya kumpulan saja yang duduknya di atas rumput. Derap langkah seseorang yang mendekati mereka membuat Jilan mendongkrak menatapnya. Senyum terbit di bibirnya melihat siapa yang datang. Rindu, cewek itu kini sudah menjadi bagian dari sahabat Jilan, walaupun pelit dalam jawaban nya masih ada sih. Tapi, nggak apalah toh, Rindu baik padanya.
"Duduk, Ndu." Jilan menepuk tempat disampingnya menginstruksi Rindu agar duduk.
Rindu pun duduk di samping Jilan. Berbeda dengan Natha, cewek itu malah keasyikan dengan hpnya sampai tak tahu jika Rindu sudah sampai.
Jilan menatap Natha kesal. Tadi yang meminta Rindu datang cepat siapa dan yang tak tau Rindu datang juga siapa? "Natha, ini Rindu udah datang."
"Eh, maaf. Hai, kenalin nama gu--" ucapan Natha terhenti saat matanya menatap sosok yang ia tunggu sedari tadi.
"LO NGAPAIN?!" teriak Natha bangkit dari duduknya lalu menunjuk Rindu dengan tangan kirinya.
"Argh, sakit." Rindu berteriak kesakitan saat tangan nakal Natha menjambak rambutnya kasar.
"Lepas!" Rindu berusaha menarik tangan Natha yang bergerilya di rambutnya.
Jilan yang melihat itu nggak tinggal diam. Ia membantu Rindu menarik Natha agar menghentikan ini. Kasihan melihat Rindu yang merintih kesakitan.

KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT TWINS [ END ]
Ficção AdolescenteJilan Agatha. Sifatnya susah diatur dan tak mau diatur, berbanding terbalik dengan kembarannya. Jilan panggilannya, kelakuannya jauh dari kategori 'baik.' Pulang malam sudah menjadi rutinitas rutin dalam hidupnya. Mempunyai saudari kembar yang tak...