"Mang, yuk!" Naura Elara Cornelia, gadis bermata bulat dengan garis wajah lembut itu sedikit berteriak, menuruni tangga dengan riang. Langkahnya ringan, melewati beberapa anak tangga sembari bersenandung. Rambut hitam panjangnya yang diikat sederhana berayun pelan seiring ia melangkah-cantik-secantik bibir tipisnya yang terus mengembangkan senyum.
Rencana makan malam dengan kedua orang tuanya setelah dua minggu berpisah karena perjalanan bisnis membuat Naura gembira luar biasa.
"Mau ke mana, Neng? Kan enggak ada les." Bi Irah-Asisten rumah tangga yang merawat Naura sejak lahir menyahut dari dapur.
"Dinner." Naura menjawab semringah. "Tadi pagi ayah bilang suruh langsung ke restoran biasanya," berjalan ke arah dapur, mendudukkan diri di meja pantri mengamati Bi Irah yang mencari-cari isi kulkas.
"Bukannya enggak jadi?" Bi Irah menimpali tanpa menoleh. "Barusan bapak telepon, bilang kalo belum bisa pulang. Katanya neng Naya nanti Bapak kabarin sendiri, gitu."
"O-oh ... Naya enggak tahu. belum sempat buka hape lagi," ujar Naura lirih, ujung bibirnya menurun, senyum perlahan luruh tergantikan dengan raut kecewa. Ini bukan pertama kalinya, harusnya Naura sudah terbiasa.
Naura mengecek ponsel, tak sengaja menangkap jam yang sudah menunjukkan pukul 18.13. Sudah lewat jam makan malam. Menghela napas pelan saat tidak menemukan nama Ayah atau pun Bunda pada deretan pesan maupun daftar panggilan baru. Pesan terakhir yang ia dapat dari orang tuanya hanya saat Bunda menanyakan alasan ketidakhadirannya pada les biola minggu lalu. Selera makannya menguap.
Naura berjalan menjauh dari dapur, tanpa kata kembali ke kamar dengan langkah malas. Naura sudah menghabiskan waktu untuk merias diri, memilih baju dan aksesoris agar terlihat apik, mengerjakan beberapa tugas dan soal latihan agar tak perlu masuk kamar lebih awal.
Pada pijakan tangga kedua, Naura memutar badan, sedikit berlari dan melingkarkan lengannya pada lengan Bi Irah. Mengamati beberapa jenis sayur dan telur di atas meja pantri.
"Bi, belum masak, 'kan?" Naura berucap cepat, "Bibi masak buat berdua aja, Naya mau makan di luar."
"Sama siapa? Kalau bapak atau ibu nyariin gimana? Neng Naya kan enggak boleh keluar sendirian, apalagi malam begini." Bi Irah mengingatkan.
Naura mencebikkan bibir, menjatuhkan diri di atas meja pantri, merengek. Jemarinya memutar-mutar wortel selagi memikirkan alasan agar mendapatkan izin.
"Bilang kalau Naya udah tidur aja, gimana?" Naura mendongak, mata bulatnya menatap Bi Irah penuh harap, mengusap kedua telapak tangannya di depan wajah, memohon. "Sekaliii aja, Selagi ayah sama bunda lagi enggak di rumah. Kan makan malamnya enggak jadi. Ya, Bi, ya?"
"Tapi ... diantar mang Udin, ya?"
Merasa mendapat persetujuan, tangan mungil Naura bergerak lincah di layar ponsel, tak menghiraukan tawaran Bi Irah, mencari aplikasi ojek online, mengisi alamat tujuan seraya berlalu menjauh.
"Enggak usah, Naya naik ojek online aja. Aman, kok."
Tidak mendapat tanggapan, Naura berbalik, tersenyum lebar "Kalau udah di sana langsung telepon." Naura meyakinkan "Ada temen Naya juga, kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Rendezvous
Teen FictionRendezvous (n.) a place where a particular group of people often go or meet, by arrangement or habit. ______________ Naura adalah cewek yang biasa kalian temukan di setiap kelas. Pendiam, punya prestasi bagus, catatan poinnya kosong, disukai guru...