27. Konfrontir

1K 222 6
                                    

Naura mengambil satu kotak susu full cream setelah menerima satu roti abon dari etalase kantin agak ujung, sedikit jauh dari meja yang diduduki si anak tunggal kaya raya dan Hasna.

“Lo makan itu doang?” tanya Julian membawa satu botol teh, datang berbarengan dengan Naura.

Naura mengangguk, lalu mengedarkan matanya, hanya menemukan satu mangkok batagor di hadapan Hasna dan satu mangkok soto di depan Raden. Lantas bertanya “Pesenan yang lain belum dateng?”

Julian menggeleng, mengambil duduk di sebelah Aditya, berseberangan dengan kursi yang ditempati Naura.

“Lo semalem ke mana? Diajakin mabar enggak bisa.” Devito menggeser dua mangkok bakso yang baru saja sampai di meja.

“Biasa,” ujar Julian menyendokkan sambal beberapa kali ke dalam mangkuknya.

“Lagi?” tanya Raden tidak percaya.

“Berantem mulu, enggak bosen?” celetuk Aditya yang belum menerima pesanannya.

“Mau gua ajak ketemu tapi dia katanya masih belum bisa.” Julian dengan santai memakan baksonya, terlihat lebih tenang dibandingkan saat di rumahnya beberapa waktu lalu.

“Samperin ke sekolahnya?” usul Devito.

“Yang ada malah enggak mau ketemu.” Julian menggeleng, seperti sudah pasrah.

Naura meraih lengan Aditya, menggenggam jempolnya yang memerah, menghentikan cowok itu dari mengelopek kukunya, kebiasaan Aditya yang sering muncul saat sedang ngobrol atau bengong. Dan karena sekarang tangannya sedang tidak memegang apa pun, Naura tahu jika jarinya akan terus mengorek kuku jempolnya meskipun sampai terluka.

Aditya nyengir lebar, menampilkan senyum tak berdosa saat melihat wajah galak Naura. Ganti memainkan jari cewek itu seraya melanjutkan percakapan.

“Makan aja masih dipegangin, enggak bakal hilang,” bisik suara di belakangnya dibarengi dengan senggolan pada kursinya yang membuat Naura hampir tersedak susu full cream-nya. suara yang sengaja dipelankan agar hanya Naura yang mendengar dan sialnya Naura tahu suara itu milik siapa.

 Naura melirik, memastikan jika suara itu benar milik seseorang yang dikiranya. Dari ujung matanya Naura bisa melihat Salsa dan dua temannya berlalu lewat belakang Naura.

“Lo ngomong apa?” Hasna tiba-tiba berdiri, menatap galak Salsa.

“Hasna.” Naura menarik jemari Hasna agar kembali duduk. Tidak ingin menjadi pusat perhatian dan menambah masalah.

“Apa?” Salsa menoleh, berhenti di tengah jalan untuk menatap Hasna meremehkan.

“Kalau enggak digituin ntar kebiasaan.” Hasna menunduk, berbicara dengan nada marah yang sedikit ditahan saat berbicara dengan Naura yang menggeleng pelan, menatap melas, memohon tanpa kata.

“Dih, orang enggak ada yang ngomong apa-apa.” Satu orang di belakang Salsa menyahut, menyibakkan rambutnya. Sepertinya dari kelas sebelah.

“Lo kira gua budek?” Hasna memundurkan kursinya, sudah bersedia untuk mendatangi Salsa tapi tangannya ditahan kuat oleh Naura.

“Apa, sih?” Salsa mengernyit menatap Hasna tidak suka, lalu melenggang pergi.

“Kenapa?” Aditya menyuarakan keingintahuannya, menatap Naura khawatir.

“Bukan apa-apa.” Naura menoleh sekilas, masih berusaha menarik Hasna agar duduk dan menenangkan diri.

“Enggak ada yang lo kasih tahu? Udah dari kapan hari coba.” Hasna menatap Naura tak percaya, lalu menyibak rambutnya kasar. “Lo, tuh … ngomong coba.”

Secret RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang