13. Tak Pernah Cukup

1.2K 271 36
                                    

Naura baru saja keluar dari kamar mandi, rambutnya dililit handuk,  masih setengah basah. Mendudukkan diri di meja belajar, meraih ponselnya yang terhubung ke charger. Menjumpai satu notifikasi email dan beberapa chat.

Satu email dari Sekar, berisi satu spread sheet tentang jadwal lesnya mulai minggu depan. Naura hanya melihat sekilas, tidak memperhatikan lebih lalu melangkah mendekati kasur sembari mengecek pesan.

Whatsapp

Today, 17.38

Aditya
Udah sampe rumah?

Whatsapp

Today, 21.08

Naya
Udah
Tadi juga mampir makan dulu di luar
Kamu udah makan?

Adit
udah
Maaf gak bisa ngeyakinin Om Satya
Harusnya bisa nonton sama yang lain
Sampai akhir
Apalagi lo suka The Rose

Naya
Its okay. Ayah bilang mau diajak nonton kalau The Rose ada konser

Adit
Kan beda rasanya nonton sama teman

Naya
Bisa ngajak kamu nanti
Tetap sama teman

Naura sedang mencari emoticon yang cocok untuk dikirim ke Aditya saat layar ponselnya memunculkan satu panggilan masuk dari Sekar. Menggeser tombol hijau, secara naluri membenarkan posisi duduknya menjadi lebih tegap.

“Hallo, Bun.” Naura menjawab dengan suara pelan.

“Naya udah lihat email yang bunda kirim?”

“Udah. Jadwal les, kan?”

Heem. Bunda juga udah bilang ke Mang Udin jadwal sama tempat lesnya, jadi kamu tinggal berangkat.”

Naura dapat mendengar suara seperti kertas yang dibalik secara terburu-buru, sepertinya sedang lembur. Naura menjauhkan ponsel dari telinga, mengintip jam berapa sekarang. Hampir setengah sepuluh, harusnya Sekar sudah beristirahat.

Naura menggigit bibir, ragu untuk mengungkapkan keinginannya. Jika jam segini sekar belum beristirahat, kemungkinan mood bundanya sedang tidak bagus atau ada masalah dengan pekerjannya. Jika bukan sekarang, tidak ada  waktu lagi

“Bun, buat les geografi-nya bisa dibatalin aja? Naya udah ada kelas tambahan buat yang ikut olimpiade geografi tiap selasa. Kalo bunda lupa.” Naura menutup mata,  menggigit lidahnya kuat setelah mengucapkan apa yang mengganggunya dengan les tambahannya ini.

“Loh? Kenapa? Bagus dong ikut dua kelas biar makin jago.”

“Nanti tugasnya nambah. Naya takut enggak bisa ngatur waktunya.” Masih dengan mata terpejam, Naura memberikan alasan.

Bunda tak segera menjawab, diam beberapa saat. Kemudian terdengar helaan nafas.

“Kak, kamu tahu di dunia ini perempuan harus bisa segalanya. Semuanya enggak pernah adil. Cantik aja enggak cukup. Harus pintar, cerdas, independen, mandiri. Supaya punya kesempatan yang sama seperti laki-laki. Harus ngebuktiin kalau dia bisa dulu. Beda sama laki-laki yang bisa dapat banyak kesempatan walau pun belum punya banyak pembuktian. Kamu enggak bakal bisa kemana-mana Cuma modal apa yang kamu punya sekarang. Kamu harus ngorbanin banyak hal buat dapat karir bagus. Enggak bisa berhenti di sini aja.”

“Iya, Bun.... Tapi Naya udah ada kelas buat geo, tiap hari juga belajar. Cuma geo aja yang dibatalin.”

“Kak, di luar sana banyak yang lebih bagus dari kamu, punya jaminan buat masuk universitas ternama. Kamu sering ikut olimpiade geografi, pararel di sekolah, juara satu di kelas enggak jadiin kamu buat sampai di situ aja. Banyak yang lebih baik dari kamu di luar sana.”

Secret RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang