45. Retak yang Tak Terhindarkan

896 179 71
                                    

Playlist: Troye Sivan - Strawberry and Cigarette

Sumpah lagunya beneran cocok banget meski temanya beda

Happy reading

**

Naura menggendong ranselnya, merapikan dasi dan aksesoris lain sebelum turun dari mobil. "Mang, nanti berangkat dari rumah jam tiga pas aja, biar enggak nunggu lama.”

“Neng Naya enggak kelamaan nunggunya?” Mang Udin melirik dari spion tengah.

“Enggak Mang. Tenang aja.” Naura menggeleng kemudian keluar dari mobil, melambaikan tangannya untuk berpamitan.

“Kamu ke mana aja? Kenapa enggak bisa dihubungi?” Suara datang dari sisi kiri gerbang bersamaan dengan sosok Devito muncul, berjalan tepat di sebelah Naura.

Naura berhenti, mengangkat tangannya di depan dada, sedikit merunduk sebagai perlindungan. Terkejut dengan kemunculan Devito yang sangat tiba-tiba. Naura sedikit mendongak, menatap Devito selagi memikirkan jawaban tepat untuk pertanyaan cowok itu. Tidak mungkin menceritakan kejadian kemarin.

“Hape aku rusak, enggak sengaja jatuh di tangga pas mau ambil air minum,” jawab Naura akhirnya, menjelaskan sekaligus menepi agar tidak menghalangi lalu lalang di pintu gerbang. “Enggak bisa dihubungi buat beberapa waktu ke depan.”

“Aku kira kamu kenapa-napa.” Devito memasukkan tangannya ke saku celana. “Mau tanya Adit, tapi takut dianya curiga.”

Naura tersenyum tipis, mengangguk setuju, akan mencurigakan jika Devito menanyakannya tiba-tiba hanya karena Naura tidak menjawab pesan apalagi sedang tidak ada tugas kelompok. Tepat saat kakinya menginjak lantai lobi, Naura menoleh mengernyit menatap Devito. Jika Devito takut Aditya curiga, berarti Aditya tidak tahu tentang mereka dari Devito, lalu dari siapa?

“Kamu tumben udah berangkat. Dari jam berapa?” Naura bertanya, menyingkirkan rasa penasarannya. Mungkin Aditya memang sadar dengan sendirinya atau mungkin saja tidak sengaja melihat kartu nomor Devito di lanyard-nya.

“06.25, belum lama.” Devito mendongak melihat jam besar yang digantung di dinding lobi yang menunjukkan pukul 06.32

“Aku duluan,” kata Naura begitu berbelok di lorong sebelum gedung IPS yang berisi lemari kaca penuh piala.

“Kenapa?” Devito mengambil satu langkah di depan Naura, berjalan mundur.

Naura menghentikan langkahnya di depan mading, menatap mata Devito dalam diam dengan kening mengernyit seakan cowok itu punya dua kepala. Jika Devito takut Aditya curiga, harusnya Ia tahu jika mereka juga harus menjaga jarak saat di sekolah. Atau malah dia lupa?

“Oh! Oke.” Devito berhenti, menatap Naura seakan tersadar, lalu dengan pelan menyingkir. “Aku ke kantin aja.”

Naura mengangguk, melambaikan tangannya yang dibalas senyuman oleh Devito sebelum benar-benar berjalan menjauh. Belum genap lima langkah Naura berjalan, Devito sudah memanggil namanya, membuat ia berhenti dan menengok.

“Kamis ini ada Festival Kinagara, ada The Rose. Mau lihat?” Devito mendekat, menunduk siuk dengan ponselnya, lalu mengangkat benda pipih itu begitu di depan Naura. Menunjukkan poster warna-warni penuh dengan banyak musisi serta The Rose di bagian tengahnya.

Naura ingin mengiyakan, tanpa berpikir menyetujui ajakan Devito, tapi ia sedang mendapat hukuman. Akan sulit untuk keluar rumah saat Sekar ada di rumah. Dengan berat hati Naura menggeleng, tersenyum tipis. “Aku ada les.”

Secret RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang