02. Jangan Jadi Terlalu Baik

2.6K 422 35
                                    

"Jadi harus diingat bahwa E-Learning kita ini merupakan yang paling baik dan mumpuni dibandingkan sekolah-sekolah lain yang ada di kota ini." Pak Mugi menjelaskan, menunjuk papan putih yang menampilkan proyeksi halaman utama E-Learning SMA Dananjaya.

"Apaan. Kemarin juga hampir dibobol," bisik Aditya tidak setuju.

"huh?" Naura menoleh, sedikit merunduk bersembunyi di balik monitor, mendekatkan diri ke arah Aditya yang sedang menopang dagu sembari memainkan mouse.

Aditya menunduk untuk menyamakan tinggi dengan Naura.

"Dua hari yang lalu waktu kita mau ambil materi sejarah. Itu kan enggak bisa meskipun sudah pakai hotspot dari hape sendiri," jelas cowok itu.

Naura jadi ingat bagaimana Ia dan Aditya bergantian laptop dan hotspot hingga jam 6 sore untuk mengunduh materi sejarah Indonesia di depan perpustakaan beberapa hari yang lalu.

"Kirain memang WiFi sekolah lagi enggak bisa."

"Bukan, lagi ada yang nge-hack."

"Tahu dari mana?" Naura mengernyit menatap Aditya tidak percaya, kembali duduk tegap.

"Itu-"

"Baik anak-anak. Sampai di sini saja penjelasannya, untuk materi lebih lengkapnya bisa lihat di E-Learning." Ucapan Pak Mugi yang sekaligus mengakhiri pelajaran, memotong jawaban Aditya.

Setelah itu, Pak Mugi berjalan keluar laboratorium, disusul siswa lain yang berbondong-bondong berebut, berjubel di depan pintu. Sementara Aditya dan Naura berkemas, menutup tab sekaligus mematikan komputer.

"Tahu dari mana ada yang nge-hack?" Naura melanjutkan pembicaraan mereka ketika ia berdiri di belakang Aditya, mengantre untuk keluar laboratorium bahasa.

"Dito," ucap Aditya setelah berada di luar ruangan, tanpa menoleh, cowok itu megambil sepatunya di rak paling bawah lalu berjalan agak jauh dari antrian.

"Ooh ... Dia kenal hacker-nya?" Naura ikut mengambil sepatu dan duduk di sebelah Aditya.

"Bukan kenal, emang dia."

"Dito? Devito?!" Naura langsung menoleh dengan sedikit berteriak, tidak mempercayai apa yang baru saja ditangkap telinganya. Tergesa menyusul sosok jangkung yang telah berjalan agak jauh darinya.

"Seriusan? Dito bisa nge-hack E-learning sekolah?"

"Gagal, sih. Tapi lumayan bikin enggak bisa diapa-apain."

"Kok bisa? Kan dia sering bolos." Naura belum selesai. Devito dan kecerdasan berada pada satu kalimat terasa tidak pas di kepala Naura. Tubuh jangkung dan kulit sawo matang yang dimiliki cowok itu lebih cocok dengan kegiatan luar ruangan yang mengharuskan untuk banyak bergerak daripada duduk berjam-jam mencoba memecahkan kode di depan komputer.

"Emang apa hubungannya?" Nada Aditya terdengar ogah-ogahan.

"Bukannya harus pinter buat bisa nge-hack?" Masih mengernyit, tidak percaya. "Nggak nyangka aja, sih. Dito ternyata-"

"Gue mau ke kantin, mumpung masih belum ganti pelajaran. Mau nitip, 'nggak?" Mengabaikan Naura, Aditya hanya melirik jam di pergelangan tangannya sebelum menatap Naura lagi. "Batagor kaya biasa?"

Naura menggeleng, menepuk pelan perut ratanya. "Enggak, deh. Masih kenyang."

"Kabarin ya kalo ada guru," ujar Aditya berjalan mundur selagi mengacungkan ponselnya.

Naura mengangguk, berbelok memasuki kelas, menyempatkan melirik bangku paling belakang di deretan dekat pintu yang sedang kosong tidak berpenghuni. Hanya beberapa lembar kertas dan buku yang berserakan di atas meja dan tas ransel hitam yang tergeletak di sebelah kursi.

Secret RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang