30. Rekata

1K 211 29
                                    


Naura menuruni tangga dengan rambut yang diikat handuk kecil karena masih basah, berniat mengambil air minum dingin untuk mengisi botol di kamarnya. Sepulangnya dari kursus baletnya tadi, Naura segera membersihkan diri dari keringat yang menempel di kulitnya. Ditambah ajakan Aditya untuk memenuhi janjinya untuk mengajak Naura ke planetarium yang baru bisa cowok itu wujudkan.

Naura mengisi botol yang ia bawa dari kamar dengan di dispenser air dekat dapur, lalu menuju kulkas untuk mengambil botol berisi air es dan menggantinya dengan botol yang ia bawa. Tidak lupa menyapa Bi Irah yang sedang menyiapkan makan siang.

“Neng, ini kemarin dapet kiriman martabak manis. Tadi pas sarapan lupa mau ngasih tahu.” Bi Irah berkata lantang saat Naura sudah melewati pintu dapur.

“Dari siapa?” Naura berbalik, menghampiri bibi yang mengeluarkan kotak berukuran sedang berwarna kuning dari dalam kulkas.

“Enggak ada namanya, cuma ini ada kertasnya gini.” Bi Irah menunjuk sticky notes yang tertempel di tutupnya.

“0606?” gumam Naura, mengernyit bingung setelah menarik kertas itu dan membaca isi pesannya, membawa kotak martabak bersamanya, tidak lupa mengambil garpu. “Makasih, bi.”

Naura mengingat siapa saja yang tahu alamat rumahnya. Karena pasti bukan Aditya, cowok itu sedang bersamanya semalam, kalau pun ia ingin memberi sesuatu untuk Naura, tidak perlu untuk sembunyi-sembunyi seperti ini. Hingga satu nama terlintas di kepalanya. Naura meletakkan kotak martabaknya di atas meja rias, sebelum duduk mengirim pesan pada orang yang ia curigai.

Whatsapp
Today, 11.53

Naya

Dito

Kamu ada ngirim sesuatu ke aku?


Bukannya balasan pesan, Naura malah mendapat panggilan masuk Devito meneleponnya setelah mendapat pesan pendek dari Naura.

“Kenapa baru ngabarin sekarang? Gua kira tukang anternya nyasar,” keluh Devito begitu Naura selesai berkata halo dan menyalakan speaker ponselnya.

“Kamu kenapa suka banget telepon, kalau aku lagi enggak pengin angkat telepon gimana?” Naura menepuk-nepuk pelan pipinya menatap pantulan wajahnya di cermin rias, menyiapkan kulit mukanya untuk diberi riasan.

“Tapi lo pasti jawab.” Devito bersuara yakin penuh percaya diri.

Naura mendengus, mengeluarkan sedikit foundation ke punggung tangannya. “Kata siapa?”

“Kata gua, barusan.”

Naura memutar matanya, menggeleng pelan, tidak bisa berkata-kata dengan tingkat ke-percayadiri-an cowok ini. Tidak menyahut lalu mulai mengoleskan foundation di wajahnya.

“Gimana? Enak?” tanya Devito setelah Naura tak kunjung menjawab.

“Belum dicoba,” jawab Naura setelah mengaplikasikan lipbalm.

“Kenapa? Enggak suka martabak, ya?” Suara Devito terdengar samar.

Naura menggeleng, mulai menjelaskan saat sadar Devito tidak dapat melihatnya. “Baru dikasihin sama Bi Irah, kemarin aku udah tidur pas martabaknya dateng. Makasih, ya.”

“Kok lo tahu kalau itu dari gua?” tanya Devito penasaran.

“Adit kemarin di rumah, jadi enggak mungkin dia.” Naura mengangkat cermin kecil untuk mengisi alisnya, lantas menatap cermin besar untuk melihat keseimbangan alisnya sebelum melanjutkan, “yang tahu alamat rumahku juga cuma sedikit dan yang paling mungkin cuma kamu.”

Secret RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang