60. Acceptance

699 158 34
                                    

Naura menggeliat dibalik selimutnya setelah alarm di kamarnya berhenti, diganti suara getar ponsel di atas nakas yang menunjukkan jika alarm yang ia pasang sudah terlewat lima menit yang lalu. Naura merenggangkan badan, mengerang untuk melawan rasa kantuknya sebelum menendang kecil selimutnya dan duduk dengan mata yang masih terpejam, meraba meja untuk menemukan ponselnya.

Naura mematikan alarm ponselnya, menyangga keningnya dengan tangan, mengintip jam di ponselnya yang menunjukkan sudah lewat jam setengah lima, lalu turun dari kasur setelah menyalakan lampu kamar dan mematikan lampu tidur. Ia hanya kehilangan 30 menit jam tidurnya, tapi terasa begitu enggan untuk memulai aktifitas.

Naura mengikat rambutnya asal, turun dari lantai dua untuk menuju dapur, berniat untuk memulai hidup mandirinya dimulai dari belajar membuat makanannya sendiri dengan cara melihat Bi Irah memasak serta sedikit membantu. Saat sampai di lantai satu, seluruh lampu rumah masih padam, hanya terlihat pendar dari arah dapur membuat Naura mempercepat jalannya.

"Bibi masak apa?" Naura bersuara saar melihat BI Irah berdiri membelakanginya.

Bi Irah menoleh dengan wajah kaget, mengangkat pisau di atas kepala seakan ingin menyerang suara yang mengejutkannya.

"Neng Naya, bikin kaget aja." Bi Irah menurunkan pisaunya, kembali berbalik memotong sesuatu. "Tumben udah turun, biasanya turun kalau udah siap mau berangkat. Haus?"

"Mau lihat Bi Irah masak." Naura mendekat, berdiri di sebelah wanita itu, melihat Daging Ayam yang telah dipotong dadu.

"Ngapain, mending buat tidur waktunya." BI Irah melewati Naura, menuju rak di samping kulkas untuk mengambil kentang.

"Ini buat bekal Naya, kan?" tidak menghiraukan kalimat Bi Irah, Naura merebut kentangnya, mendekapnya meski tidak tahu harus melakukan apa setelahnya. "Naya bantuin."

"Neng Naya siap-siap aja buat sekolah." Bi Irah menjulurkan tangannya, meminta kentangnya kembali.

"Naya mau belajar masak." Naura berbalik, menjatuhkan empat kentang yang ia bawa ke dalam bak cuci piring."Ini dicuci?"

Naura mencuci kentangnya dengan serius, menyikat kulitnya agar tidak ada sedikitpun kotoran yang menempel. Ia memperhatikan setiap pergerakan yang dilakukan Bi Irah, sambil sesekali menawarkan diri untuk membantu meski pun hanya mengaduk telur untuk adonan ayam madu pendamping mashed potato-nya nanti.

Naura bersandar pada pantri, melirik jam yang menggantung di dinding dapur sudah menunjukkan pukul lima lebih. Ia harus segera mandi dan bersiap agar tidak terlambat.

"Bi, nanti yang nata di tempat bekal biar Naya aja, ya." Naura berpesan, melangkah mundur sebelum keluar dapur. "Naya mau siap-siap dulu."

Naura sedikit berlari menaiki tangga, menghemat waktu karena ia menghabiskan waktu lama untuk bersiap.

Naura mematut diri di cermin, memilih mengepang rambutnya agar tidak begitu mengganggu saat membantu Bi Irah. Ia menegak, bersamaan dengan getar pendek dari notifikasi ponsel yang terdengar.

WhatsApp
Today, 05.54

Aditya
Bareng gua?

Naya
Iya
Berangkat kayak biasanya, kan?


Aditya
iya
Nanti aku kabarin kalau udah di depan.

Naura memasukkan ponselnya ke saku jaket, menggendong tasnya dan bergegas ke dapur. Ia tersenyum simpul begitu tidak menemukan kotak bekalnya di meja pantri. Tanpa melepaskan tas, Naura mencari kotak bekalnya, membuka tutupnya dan menghampiri Bi Irah di depan kompor yang sedang menggoreng sosis dan telur mata sapi untuk sarapan.

Secret RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang