54. The Truth Untold

840 173 66
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

Setelah memastikan bahwa Naura lebih tenang dan baik-baik saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah memastikan bahwa Naura lebih tenang dan baik-baik saja.  Aditya melajukan Kawasaki hitamnya menuju satu tempat yang terlintas di kepalanya begitu melihat cewek itu menangis—warung Bang Jaka. Bercandaan di kelas yang tidak diiyakan atau pun dibantah oleh Devito sudah pasti jadi salah satu penyebabnya, atau mungkin satu-satunya. Itu pertama kalinya ia melihat Naura menangis sekuat itu, memikirkannya saja membuatnya tanpa sadar menambah kecepatan motornya. Ia sungguh tidak tahu harus menenangkan seperti apa dan yang terlintas di kepalanya adalah membicarakan ini dengan Devito dan sedikit menggunakan kekuatannya. Ia tidak suka membuat hubungan pertemanannya renggang, tidak ingin mempunyai musuh dan satu-satunya cara untuk menyelesaikan ini adalah bicara dengan kepala dingin, tapi Aditya sudah terlalu tidak sabar untuk memberikan pembelaan atas Naura, meski harus melukai pertemanannya dengan empat cowok yang satu tahun ini dekat dengannya. Naura akan selalu jadi yang pertama sebelum apa pun, sampai cewek itu yang meminta ia untuk berhenti.

Aditya melangkah lebar dengan cepat, tidak ingin terlihat sedang terburu dengan berlari. Saat sampai di warung Bang Jaka, Aditya tidak banyak basa-basi, hanya melambaikan tangan saat mendengar namanya disebut oleh beberapa orang yang mengenalnya. Ia segera masuk dan melarikan matanya untuk menemukan cowok berkulit kecokelatan yang sedang duduk melingkar dengan lima orang lain di meja ujung. Aditya menghampiri dengan pasti, berbicara tegas begitu metanya bertatapan dengan mata Devito. “Dito, ikut gua bentar. Ada yang mau gua omongin.”

“Lo napa masih pake seragam, dah,” celetuk Satria yang kebetulan berada di meja yang sama.

Aditya melirik celana abu dan sepatu hitam yang masih terpasang rapi di kakinya meski sudah lewat jam makan malam, walaupun atasannya sudah berganti sweter milik Satya. Ia hanya tersenyum tipis sebagai jawaban, kemudian berlalu pergi tanpa kata.

“Enggak bisa diomongin di sini aja?”tanya  Julian yang seakan tahu apa yang akan Aditya lakukan.

Aditya berhenti di dekat pintu, menatap Devito tajam dengan dagu mengeras, menunjuk arah luar dengan dagunya, tidak ingin banyak berbicara untuk sekarang. Tatapannya tidak berubah hingga Devito berdiri dari duduknya, menyusul langkahnya.

Secret RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang