68. Unleash

771 163 18
                                    


"Beneran enggak ikut?" suara Aditya terdengar dari ponsel yang diletakkan di meja pantri.

"Enggak, deh." Naura menggeleng, tangannya mengupas apel dan memotongnya kecil-kecil untuk ia bawa ke kamar.

"Ramean, kok. Ada Hasna juga."

"Lagi pengin di rumah aja. Lain kali, deh." Naura menyuapkan satu potong sebelum lanjut memotong apelnya.

"Ya udah. Nanti kalau kamu mau nitip sesuatu, bilang." kalimat uang selalu Aditya ucapkan setiap pergi cukup lama atau pergi ke tempat yang tidak biasa ia datangi.

"Iya."

"Habis ini berangkatnya?" Naura melirik jam dinding yang terpasang di atas bingkai pintu dapur. Sudah lewat jam empat sore.

"Nanti jam 6."

"Bareng sama les piano, walau pun aku mau tetep enggak bisa." Naura menjawab sambil cemberut,

Suara tawa kecil Aditya terdengar, disusul gumaman.

"Semangat kamu, jangan sampe kalah."

Suara tawa Aditya terdengar lagi, sebelum menjawab, "iyaaa."

Sambungan telepon terputus, sedangkan Naura masih mengupas satu buah jeruk setelah selesai dengan apelnya. Ia mengupasnya di dapur karena tidak suka ada sampah basah di kamar. Aditya menghubungi Naura untuk mengajaknya ikut meramaikan pertandingan sepakbola kelasnya dan kelas sebelah. Hanya pertandingan main-main antar kelas, tapi sepertinya banyak yang akan datang. Sepertinya menyenangkan, tapi Naura tidak begitu tahu bagaimana peraturan dalam sepak bola. Akan membosankan jika ia tidak tahu apa yang sedang terjadi di lapangan dan hanya bersorak jika yang lain bersorak. Jadi Naura memilih untuk tidak ikut datang.

Naura membawa piring berisi apel dan jeruk serta garpu kecil ke kamar untuk menemaninya menonton film atau kartun sebelum jadwal lesnya nanti.

"Oh?! Biola!" Naura berseru, berlari kecil menaiki tangga. Teringat biolanya yang tergeletak di atas kasur dan belum ia masukkan kembali ke kotak setelah ia ganti senarnya sepulang les tadi. Teringat jika akan mempengaruhi senarnya jika dibiarkan di ruangan ber-AC cukup lama.

Naura meletakkan piring berisi buahnya ke atas meja belajar, bergegas menyentuh badan dan leher biola yang terasa dingin. Kemudian mengecek setelan senarnya dan benar saja nadanya berbeda dari yang ia setel tadi, terdengar lebih tinggi.

Naura menyetel senarnya sekali lagi sebelum dimasukkan kembali ke kotak, baru saja ia sampai di senar G, senar itu putus dalam putaran ke dua, menimbulkan suara yang cukup nyaring bersamaan dengan senar yang terpental mengenai tulang pipi Naura. Pegangannya Naura pada leher biola melonggar sedangkan tangan kirinya memegangi pipi serta mata yang menyipit sebelah karena perih.

Naura melihat tangannya yang dihiasi bercak merah dengan pandangan tidak fokus, antara kaget dan bingung. Mengingat-ingat apa yang salah hingga senarnya putus dan kenapa akhir-akhir ini terasa amat sangat sial untuknya. Atau memang dia seceroboh ini?

Setelah tersadar, Naura mencari kotak P3K di tas sekolahnya, lalu melihat pantulan wajahnya di kaca yang menunjukkan luka gores yang tidak begitu panjang tapi tidak akan cukup jika hanya ditutup dengan plester luka serta darah yang sudah mengalir turun sejajar dengan bibirnya.

Setelah selesai mengobati luka barunya, Naura mengemasi biolanya, memasukkannya ke dalam kotak dan meletakkannya kembali ke ujung ruang. Memutuskan untuk mengganti senarnya nanti saja saat ia akan memakainya kembali.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Secret RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang