Naura berbalik, melambaikan tangannya sekali lagi, mengucapkan salam perpisahan pada Devito yang sudah mengantarnya selamat sampai rumah sebelum menutup pintu gerbang.
Hal pertama yang Naura temui di ruang tengah adalah Aditya yang sedang duduk di sofa panjang, berbincang dengan Mang Udin. Tampilannya terlihat santai, hoodie putih dan celana training hitam dengan tiga garis di sisi luarnya. Senyum cowok itu seketika merekah saat mata keduanya bertemu. Mang Udin segera berpamitan pada Aditya begitu menyadari kehadiran Naura.
“Kamu dari jam berapa?” Naura mempercepat laju kakinya, mengambil alih tempat yang diduduki Mang Udin.
“Jam setengah sembilan? Sekitar jam segitu.” Aditya melihat jam dari ponselnya, lalu kembali menatap Naura.
“Lama banget, ya. Maaf.” Naura melirik jam di pergelangan tangannya. Jam 21.40; merasa bersalah saat tahu sudah satu jam lebih Aditya menunggunya.
Mengabaikan permintaan maaf Naura, Aditya menanyakan hal lain. “Kata Mang Udin kamu habis les pergi sama temen. Sama siapa?”
“Dito tadi nyamperin, terus ngajakin ke skatepark yang di Gambira, tuh.” Naura melepas tas ranselnya, menggeletakkannya di lantai dekat kakinya. “Kamu ada perlu apa sampai nunggu lama banget.”
“Mau ngajakin makan, Mama Papa lagi ke Surabaya, Kak Acha masuk rumah sakit.”
Naura mendecak mendengar alasan cowok itu, dengan segera berdiri menuju dapur mencari sesuatu yang bisa dimakan dari meja atau pun kulkas.
“Emang bisa masak?” ejek Aditya, tahu betul jika Naura tidak pernah memegang peralatan dapur selain memasak makanan instan.
“Kalau manasin doang, bisa,” jawab Naura yang kini jongkok di depan meja pantri.
“Biar Bibi aja yang bikin. Mau lauk apa?” Bi Irah, menarik pelan jemari Naura yang berpegangan pada gagang pintu pantri, meminta cewek itu untuk berdiri, sembari berbicara pada Aditya.
“Enggak usah, Bi. Yang ada aja,” ucap Aditya yang sedari tadi berdiri bersandar pada pintu kulkas, memperhatikan Naura yang sibuk dengan sesuatu yang bahkan tidak cewek itu pahami.
“Kirain Bibi udah istirahat.” Naura menoleh pada Bi Irah, mendorong Aditya agar menjauh dari kulkas dan mencari-cari isi kulkas untuk dimakan sebelum makanan inti.
“Belum. Sana ke depan aja.” Bi Irah menggeleng, mengibaskan tangannya pelan, mengusir dua pemuda itu dari daerah kekuasaannya.
“Ada brownies, kamu mau? Buat ganjel.” Naura mengangkat satu kotak kaca berisi brownies melewati kepalanya agar dapat dilihat Aditya sedangkan kepalanya masih mengintip apa saja yang ada di kulkas. Tak ada jawaban, Naura mengangkat kepalanya, sedikit menutup pintu kulkas dan mendapati Aditya yang sudah membawa dua piring kecil dan dua garpu di tangannya. Naura menutup pintu kulkas setelah mendapat persetujuan tanpa kata dari cowok itu, tak lupa membawa satu botol besar air putih bersamanya.
“Kenapa enggak ngabarin kalau lagi di rumah?” tanya Naura setelah meletakkan semua yang ia bawa di meja makan yang diikuti oleh Aditya, dan kembali ke dapur untuk mengambil dua mug untuk minum.
“Lo lagi keluar sama temen. Kan jarang lo keluar sama orang lain,” jawab Aditya setelah Naura duduk di hadapannya.
“Tapi, kan kamu jadi kelaparan.” Naura sedikit bersungut-sungut saat mengatakannya, memotong brownies dari kotak dan memindahkan pada piring kecil untuk diberikan pada Aditya lebih dulu.
“Kenapa lo yang panik, sih? Kan yang belum makan, gua,” kata Aditya menahan senyum melihat wajah khawatir Naura, mulai menyendokkan brownies ke mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Rendezvous
Teen FictionRendezvous (n.) a place where a particular group of people often go or meet, by arrangement or habit. ______________ Naura adalah cewek yang biasa kalian temukan di setiap kelas. Pendiam, punya prestasi bagus, catatan poinnya kosong, disukai guru...