52. A Mess

762 154 28
                                    

Bali, kunjungan liburan yang paling diminati setiap mendapatkan libur panjang dan juga menjadi destinasi wisata Naura untuk satu minggu liburan semester kali ini. Ia menginap di vila keluarga yang langsung menghadap pantai milik Sekar, berangkat dari Jakarta hanya berdua dengan Satya karena Sekar sudah berada di Bali lebih awal.

Sebenarnya Naura tidak begitu ingin bepergian jauh dari rumah, toh pada akhirnya ia akan memilih berdiam diri di dalam vila, membaca buku, menonton film, berenang, paling jauh ke tempat kerajinan setempat dan membeli jajanan di supermarket. Naura hanya suka suasana yang tercipta jika keluarganya berkumpul, meski hanya nonton TV bersama atau membuat barbeque di halaman belakang. Serasa lebih hidup dari pada saat berkumpul di rumah Jakarta.

Naura hanya berdiam di kamarnya pada hari pertama, makan saat waktunya makan, dan menonton kartun di TV. Beberapa kali mengintip keluar kamar saat mendengar suara Sekar atau Satya dalam jarak dekat, menyapa kedua orang tuanya untuk memberi tanda jika ia tidak hanya tidur seharian.

Siang itu Sekar membantu Naura untuk menata rambut Naura, mengepang dua rambut panjang anak semata wayangnya itu di halaman belakang, di tepi kolam renang.

“Bun, hari ini mau ke mana?” tanya Naura penasaran. Sekar hanya akan membantu mendandaninya jika sedang luang atau akan bertemu orang tertentu, tapi jika dilihat dari pakaian santai yang ia kenakan. Kegiatan hari ini bukan hal spesial.

“Bikin keramik.” Sekar menyisir bagian bawah rambut Naura yang tidak ikut dalam kunciran, merapikannya sedikit.

“Hah?’ Bukannya jarinya harus kuat ya biar bisa ngebentuk tanah liatnya.” Naura menatap jemarinya, ragu bisa menghasilkan apa pun dengan kekuatan tangannya, meskipun bermain piano dan biola bisa membantu kekuatan otot jarinya, tapi tetap saja dua hal itu ada di bidang yang berbeda.

“Kan baru coba, pasti bisa, Ayah yang minta buat mampir ke sana.” Sekar menjawab dari dalam vila, menenteng tas cokelat dan melambai pada Naura agar segera beranjak.

Naura mengangguk, memasuki vila untuk mengambil tas selempangnya sebelum menyusul Sekar. “Ayah mana?”

“Udah keluar tadi, kayakya ngobrol sama Beli Made di depan.”

Naura hanya mengangguk, mengikuti langkah Sekar untuk menghampiri Satya. Yang Naura tahu Beli Made adalah kenalan Sekar yang mengurus Vila ini. Kedua orang tuanya memang mempunyai keahlian bersosialisasi dengan baik dan sayangnya itu tidak menurun pada Naura yang amat canggung pada kebanyakan situasi sosial yang pernah ia ikuti. Harus membuat skenario di dalam kepala dari beberapa kemungkinan yang akan terjadi, sebelum memulai kegiatan sosial apa pun.

Naura hanya tersenyum dan mengangguk saat bertemu Beli Made dan segera masuk mobil ketika orang tuanya masih berbincang dengan pria itu. Ia memilih memainkan ponselnya, melihat video-video menggemaskan kucing dan anjing serta bertukar pesan basa-basi dengan Aditya. Tidak ada satu pun pesan masuk dari Devito membuat Naura menipiskan bibirnya, tidak tahu berharap apa saat ia yang menyudahi semuanya. Naura segera mengantongi kembali ponselnya saat Satya dan Sekar memasuki mobil, mulai melajukan mobil Volkswagen Jetta hitam menjauh dari vila.

Setelah melewati beberapa belokan dan masuk makin jauh ke rumha-rumah warga, akhirnya mobil hitam itu berhenti di depan ruko cukup besar yang terbuka lebar. Satu hal yang Naura tangkap saat turun adalah jejeran gelas, piring dan benda keramik lainnya yang ditata berjejer di depan ruko, saat masuk disuguhi dengan rak-rak berisi keramik seengah di sepanjang tembok dan beberapa meja putar yang di sampingnya disediakan satu kotak untuk alat pelengkap lainnya.

Naura diminta duduk di salah satu meja putar, diajarkan segala prosedurnya hingga beberapa kali dibantu agar bentuk mug yang ia buat mendekati sempurna, meski pun hasil akhirnya sama saja, masih bengkok di sana sini, tapi setidaknya bisa ia gunakan untuk tempat pensil dan pulpennya di meja belajar kamarnya nanti.

Secret RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang