22. Small Talk

1K 223 20
                                    

“Selalu sama Adit, ya,” ujar Devito, membuka lebar pintu supermarket, meminta Naura untuk masuk lebih dulu.

“Temen paling lama.” Naura mengangguk, memutar kepala ke arah Devito.

“Lo mau beli apa?” tanya Devito, mengangkat dompet hitam yang tadi dilempar Julian. “Pake duitnya Juan kok. Tenang aja.”

“Lo nyari aja dulu, gua nyariin pesenannya yang lain,” tambah Devito mengambil troli di dekat pintu masuk. “Trolinya biar gua yang bawa.”

Naura menangguk, berdiri di tempatnya menunggu Devito melangkah lebih dulu, namun Devito juga berdiam diri, mengernyit menatap Naura. Setelah bertatapan cukup lama, akhirnya Naura sadar jika Devito juga menunggu agar Naura memilih lebih dulu sebelum pergi mengambil pesanan Julian, Aditya atau pun Raden. Naura mengangkat tangannya, dengan kikuk menunjuk belakang tubuhnya sebagai tanda jika ia akan pergi dulu yang diangguki oleh Devito.

Naura masuk ke lorong paling dekat, menempelkan keningnya pada rak sampo, mengutuk kebodohannya. Kebiasaan menjadi orang terakhir yang pergi belum hilang meski selama bersama Aditya, Devito dan teman-temannya Naura selalu didahulukan.

Naura berdeham, menggeleng pelan, berusaha menghilangkan bayangan tentang bagaimana respons Devito setelah melihat kebodohannya. Beralih ke rak makanan manis, mencari makanan yang menangkap perhatiannya. Bingung harus mengambil makanan yang mana, mengingat perkataan bundanya jika ia harus membeli sesuatu yang lebih murah atau berharga sama dengan yang membelikannya makanan jika ia ditraktir, tapi bagaimana bisa Naura memilih makanannya jika tidak tahu apa yang julian beli.

“Udah?” ujar Devito dari belakang Naura membuat cewek itu menoleh cepat untuk melihat siapa yang berbicara dengannya.

“Kamu udah?” Naura bertanya melihat Devito mendorong troli yang terisi setengah dengan makanan ringan dan beberapa minuman.

Devito mengangguk, meneliti Naura yang masih bertangan kosong. “Lo masih belum milih?”

Naura membuka mulutnya, tidak tahu harus berkata apa, tidak mungkin jika ia memberitahu alasan sebenarnya belum menentukan pilihan. “Boleh ambil es krim?”

Devito mengangguk, mendorong trolinya menuju bagian makanan dingin dan es krim. “Mau yang mana?”

Mata Naura bergerak mencari es krim kesukaannya, berlari kecil mengambil satu cup kecil es krim mint choco dan menunjukkan pada Devito.

“Ini aja?” tanya Devito setelah mengambil alih es krim dari tangan Naura dan meletakkannya di dalam troli.

Setelah membayar belanjaan, Devito mengajak Naura untuk mampir sebentar ke coffee shop tepat di sebelah supermarket untuk membelikan americano pesanan Julian.

“Lo bawa ini aja.” Devito menyerahkan gelas americano Julian pada Naura sebelum meraih keresek putih besar berisi belanjaan tadi. “Ini biar gua yang bawa.”

Naura mengangguk, melihat punggung lebar cowok itu  yang berjalan lebih dulu, membuntuti tanpa suara.

“Gua ada salah?” Devito berhenti melangkah, berbalik menghadap ke arah Naura, bertanya setelah saling diam semenjak keluar dari supermarket.

“Huh?” Naura mengedip pelan, kaget mendengar pertanyaan Devito.

“Lo jadi makin canggung aja rasanya,” ujar Devito memindahkan keresek dari tangan kanan ke tangan kirinya. Menunjuk jarak tak kasat mata di antara mereka berdua.

Naura mengulum bibir, tidak bisa mendapat alasan yang tepat. Terus menatap depan, menghindari mata Devito sebelum menggeleng pelan. Ia juga tidak tahu alasannya, akan tetapi atmosfer di sekitarnya selalu terasa berbeda tiap kali ia hanya bersama Devito, menjadi lebih kental. Naura jadi tidak tahu harus berbuat apa, makin berhati-hati jikalau saja perlakuannya akan membuat Devito menilai buruk dirinya atau bahkan menjauhinya. Terlebih lagi saat sedang bersama yang lain dan tak sengaja bertatap mata, salah tingkah, dan langsung mengontrol ekspresinya.

Secret RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang