15. A Little Date

1.3K 242 11
                                    

Naura  melewati beberapa ruangan berdinding kaca yang memperlihatkan pebalet lain yang sedang berlatih dan berakhir di ujung ruang, hanya menemukan Mrs. Cherry yang sudah lengkap dengan pakaian baletnya.

Naura tersenyum kecil, beralih melepas jaketnya dan meletakkan tasnya di lemari di ujung ruang.

“Kita mulai dari basic lagi,”kata Cherry dari tempat duduknya. “Kan lumayan lama enggak latihan.”

Naura mengangguk, berjalan ke tengah ruangan, mulai melakukan peregangan.

“Kita lihat kemampuan kamu masih sama atau berkurang, nanti baru kita tentukan untuk ikut ambil peran atau tetap di sini dulu.” Naura mendengar suara Cherry dari belakang tubuhnya, lalu merasakan telapak wanita itu menekan pelan punggung Naura untuk melihat kelenturannya.

Naura sedikit bingung dengan apa yang dikatakan Cherry, peran apa yang ia maksud. Kemudian ia mengingat poster di lorong menuju ruangan ini yang hanya Naura lirik. Konser tiap tiga bulan yang di gelar akademi tarinya.

Cherry memperlakukan Naura seperti pemula, membantu semua tahap peregangannya bahkan sampai membantu mengangkat kakinya ke atas barre. Meskipun Naura terlihat tidak mengalami kesulitan dalam melakukannya.

Selesai dengan latihannya, Naura menghubungi Mang Udin untuk segera menjemputnya, selagi ia mengganti pakaian menjadi pakaian yang lebih santai.

“Neng akhir-akhir ini kayaknya jadi makin banyak ngomong, sering keluar kamar juga, Kadang kalau nyanyi kedengeran sampai bawah,” celetuk Mang Udin dari kemudi. “Padahal makin banyak kegiatan.”

Naura mendongak dari ponselnya, memiringkan kepala, ikut mempertanyakan tingkahnya akhir-akhir ini. Sepertinya tidak banyak yang berubah, sepulang sekolah langsung masuk ke kamar, makan malam sebelum berangkat les dan kembali masuk kamar selesainya les. Untuk menyanyi lebih nyaring, Naura tidak merasa seperti itu, tapi memang akhir-akhir ini ia sudah ikut bernyanyi saat mendengarkan lagu di dalam kamar.

“Lagi seneng aja,” jawab Naura pada akhirnya.

“Pati karena temennya yang itu ya. Yang di taman itu.” Mang Udin melirik Naura lewat spion tengah, tersenyum penuh arti. “yang sering nungguin sampai Mamang dateng?”

Naura menggedikkan bahu, tetap merasa tidak ada yang berubah dari dirinya. Hanya menimpali seadanya. “Mungkin, tapi kayaknya gara-gara ini deh Mang. Naya baru install. Lucu-lucu,” ucap Naura mengangkat ponselnya menunjukkan beberapa video kucing  yang hanya dilirik sekilas oleh Mang Udin.

“Mau mampir beli makan dulu atau langsung pulang?”

“Pulang aja. Naya lagi enggak pengin makan,” jawab Naura tak melepas pandangan dari ponselnya

“He, enggak boleh gitu. Nanti sakit.”

Mendengar gertakan Mang Udin Naura jadi melirik jam tangannya, sudah lewat pukul sebelas, hampir jam makan siang. Pantas saja Mang Udin jadi semakin galak.

“Makan di rumah aja.”

Naura segera masuk kamar begitu sampai rumah, meletakkan tasnya di depan pintu dan meraih kertas latihan soal yang baru dia dapatkan semalam, menghitung lembarannya dalam hati.

“Kenapa latihan soal dari tempat les selalu lebih banyak daripada tugas?” Naura mengeluh, menjatuhkan keningnya ke meja. Lalu meluruskan punggung, mengambil pensil dan kertas kosong untuk mulai menghitung.

Saat sampai di lembar kedua, Naura mendengar samar suara Bi Irah melewati suara musik di earphone-nya. “Neng, makan dulu, yuk.”

“Iya, Bi. Satu lembar lagi. Nanggung,” jawab Naura sedikit berteriak.

Secret RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang