59. Fractions

707 161 46
                                    

Naura melewati lorong lantai dua tempat les bahasa Chinanya sembari mengecek deretan pesan, tidak menemukan balasan dari Mang Udin jika pria itu sudah di depan atau malah baru berangkat. Ia sesekali melemparkan senyum dan menunduk kecil tiap kali tidak sengaja bertemu mata dengan beberapa wajah yang ia kenal dan juga staf pengajar. Sampai saat keluar lobi, ia melihat Aditya berdiri di bagian paling tepi teras, tampak sedang berbicara lewat telepon dengan wajah mengernyit tidak suka.

"Kamu disuruh Mang Udin gantiin jemput aku?" tanya Naura setelah berdiri di sebelah Aditya, membuat Aditya menoleh, segara memutus telepon dan mengantongi ponselnya.

"Mau main ke arcade?" Aditya tidak menjawab pertanyaan Naura, menanyakan hal lain. Wajah berkerutnya berubah menjadi sedikit cerah karena tersenyum.

Naura melihat jam di pergelangan tangannya, sudah jam delapan lewat, lalu menggeleng. "Udah jam segini."

Aditya menekuk pundaknya, cemberut menatap Naura, seakan kecewa. Sebelum semringah saat menawarkan hal lain. "Lo mau soto Lamongan yang di taman Gambira, nggak?"

"Belum makan malam?" Naura mengernyit, mengingat tempat yang Aditya maksud. kemudian mengangguk setelah melihat Aditya menggeleng dengan wajah memelas. "Ke Resto & Café depan Pandora ajaa.."

Aditya mengangguk sembari mengangkat tangan, bersorak tanpa suara karena Naura menyetujui ajakannya, merangkul Naura untuk berjalan berbarengan.

"Itu tadi telepon dari siapa?" tanya Naura sedikit mendongak, bergerak kecil untuk melonggarkan rangkulan Aditya.

Aditya menggeleng, tanpa menoleh. "Bukan siapa-siapa."

Naura memelankan langkah, memicing merasa ada yang aneh dari cowok itu. Terus menerus menatap Aditya dengan mata menyipit tidak percaya hingga cowok itu menyengir.

"Serius." Aditya melepas rangkulannya, berganti mengangkat telunjuk dan jari tengahnya sebagai penguat kalau dia benar-benar tidak berbohong. "Leon."

"Kenapa? Ada masalah? Muka kamu kelihatan enggak suka." Naura berubah khawatir setelah mendengar nama salah satu anggota timnya itu disebut. Kemungkinan berhubungan dengan posisinya yang sebentar lagi akan bergeser dan pensiun, fokus untuk ujian serta masuk perguruan tinggi.

Aditya menggeleng lagi, memutar kepala Naura agar menghadap depan dan tetap meletakkan tangannya di atas kepala Naura untuk mencegah cewek itu untuk kembali menoleh dan menanyakan hal yang sama. "Ayok makan aja."

Naura membiarkan tangan Aditya menetap di kepalanya, meski dengan wajah cemberut, tidak berusaha menggunakan tangannya untuk menyingkirkan telapak besar Aditya. Ia juga menjulurkan kepalanya saat Aditya mengangkat helm dan memasangkan padanya. Ia sedikit senang jadi punya alasan untuk tidak segera pulang ke rumah dan sedikit menghabiskan waktu di luar.

"Pegangan, gua agak ngebut biar cepet sampai," kata Aditya setelah memastikan Naura duduk di boncengannya.

"Okeee." Naura melingkarkan tangannya di pinggang Aditya, menepuk perut cowok itu sebagai aba-aba untuk segera melaju.

Naura bersyukur tentang bagaimana sikap Aditya padanya tidak berubah sedikit pun, setelah melihatnya menangis tanpa alasan hari itu, pernyataan perasaannya yang berakhir tidak menyenangkan. Aditya masih menjadi tempat paling tenang yang dapat Naura datangi dengan segala sikap tenangnya dan kemauannya untuk mendengarkan segala ocehan tidak penting Naura serta tingkah tidak jelasnya.

Tidak seperti ucapan Aditya yang akan membawa motornya melesat kencang, kawasaki hitam itu melaju dengan kecepatan sedang. Angin yang mereka lewati tidak terasa menampar wajahnya, masih terasa nyaman.

Secret RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang