Perihal Rasa

1.7K 118 7
                                    


Happy Readyng.

Pada dasarnya cinta memang telah membawa aku jatuh terlalu jauh kedalam rasa.

-Claretta Liodra-

*****

"DOKTER, DOKTER, DOKTER, YUHU DOKTERRRR, DOKTER RIAN, DOKTER GANTENG,, CALON SUAMI,, CALON AYAH DARI ANAK-ANAK KU, YUHU JAWAB DONGG,,, MASA GUE DICUEKKIN TERUS SIH?"  Tidak henti-hentinya gadis berambut panjang yang tergerai indah itu berteriak disepanjang koridor rumah sakit, tentu aksinya itu membuat banyak pasang mata menatap aneh kearahnya, tak terkecuali para suster dan perawat-perawat yang lewat disitu juga. Ingin sekali rasanya Rian menyumpal mulut cerewet gadis itu dengan kapas obat yang dipegangnya, akan tetapi coba ia tahan kemarahannya itu. Sabar pak dokter, orang sabar disayang mantan.

"Yakin nih mau cuekkin gue terus, masa gue dikacangin mulu sih? Ah gak asik ah, dokter Rian gak asik," gadis dengan bandana merah dikepalannya itu merengut sebal, mengerucutkan bibir mungilnya kedepan.

"Bisa diem gak kamu?" Bentak lelaki itu, sontak gadis itu langaung terdiam, tapi hanya untuk beberapa saat saja setelah itu dia menyengir lebar.

"Busyett galak amat sih, Kaget gue, untung gak jantungan," ujarnya seraya terkekeh.

"Itu adiknya jangan dimarahin atuh pak dokter, kasihan," celetuk suster Yati berdiri ditempat reseppsionist, suster yang waktu itu pernah ditanya oleh Claretta pasal ruangan kerja dokter Rian.

Gadis itu menoleh, lalu  tersenyum ramah pada sus Yati.

"Hy sus Yati, how are you?"

Sapanya kepada suster itu.

"Alhamdulillah baik dek,"  balas suster Yati ramah.

"Dia bukan adik saya sus," jelas Rian.

Claretta mengangguk mengiyakan. "Iya sus bener,  bukan adiknya, tapi calon ibu dari anak-anaknya," suster Yati tertawa setelah mendengar pengakuan dari Retta, benar-benar gila gadis satu itu menurutnya.


Tanpa memperdulikan lagi Rian tetap melanjutkan langkahnya, hidupnya dulu tidak seberisik ini, tapi saat-saat dimana hadirnya, gadis beseragam putih abu yang ber- nametag Claretta Liodra, hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat. Merasa tidak tenang, selalu diganggu, selalu dingintilin, kemana-mana selalu ada saja gadis itu didekatnya. Terkadang Rian jadi lelah sendiri, dia berpikir apakah gadis itu tidak capek mengejar-ngejar dirinya, huh sudahlah percuma saja mau bagaimanapun dia gadis itu akan tetap mengejarnya.

"Dokter! pak dokter! tungguin dong, pak dokter mau kemana? Pak dokter gue tuh suka banget sama pak dokter! Gue cinta sama pak dokter, gue benar-benar jatuh hati sama pak dokter, apa pak dokter gak ada sedikitpun perasaan ke gue, secuil pun?" Ujar gadis itu, dia tetap saja mengikuti langkah lebar Rian, mencoba mengimbangi langkah lebar lelaki itu.

Rian tetap berjalan masabodoh tanpa mau menanggapi ucapan Claretta.

"Ternyata capek juga yah ngejar-ngejar orang yang gak suka sama kita? Sakit iya, capek apa lagi? Di hargain, mana pernah?" Gumam gadis itu seraya tetap mengikuti langkah Rian.

Bugh..

Claretta meringis. Mengelus jidatnya yang terbentur punggung kokoh milik Rian.

"Saya gak pernah minta kamu buat suka sama saya, saya juga gak pernah minta kamu buat ngejar-ngejar saya. Jadi kalau kamu merasa capek kenapa masih diteruskan? Kamu itu mengganggu ketenangan saya ngerti?" Kata-kata Rian itu pedes banget, setara dengan bon cabe level seratus.

Ingin rasanya Claretta mencekik leher cowok itu, untung ganteng, untung sayang.

"Tega banget sih ngomong gitu, aaaa hati gue sakit, perasaan gue hancur, bwahahaha," seketika tawa Claretta menggelegar disepanjang koridor rumah sakit sepi itu.

"Gue memang capek sih, hati gue sakit, sedikit. Persaan gue yah lumayan hancur, tapi denger yah gue gak akan semudah itu buat menyerah, gue akan tetap perjuangin perasaan gue," ucap Claretta.

"Gue suka sama lo dokter Rian, gak perduli siapapun lo, latar belakang lo kayak apa, masa lalu lo, gak perduli sifat kasar lo, gue tetap mau perjuangin lo, seburuk apapun lo, gue yakin didalam hati lo orang baik, jadi jangan pernah larang gue buat suka sama lo yah, izinin gue buat kasih seluruh rasa gue buat lo,"  Rian tertegun mendengar pengakuan Claretta.

Lelaki itu mendengus kasar.

"Apapun itu yang keluar dari mulut kamu saya gak perduli," tegas Rian, lalu beranjak pergi.

Claretta mengelus dadanya, mencoba untuk sabar.

"Untung  ganteng, untung sayang, untung cinta," gumamnya seraya mengelus dada.

"Sabar Retta, sabar ini nih yang namanya ujian cinta," gumamnya.

***

Claretta berjalan disepanjang koridor rumah sakit, tujuannya sekarang adalah pulang kerumah, sesampainya didepan parkiran rumah sakit gadis itu mendengus mencari kesana-kemari jemputan dari Sasa.

Tadi dirinya juga sudah menelpon Sasa untuk menjemputnya.

"Ishh Sasa mana sih?" Dumelnya. Seraya mengedarkan pandangan keseluruh penjuru.

"Telpon lagi kali yah?" Tanyanya. Akhirnya gadis itu merogoh ponsel dari berlogo apple miliknya dari balik kantong rok seragam yang dia gunakan.

"Sa lo dimana sih?" tanya gadis itu pada Sasa.

Gue lagi diperjalanan ini bangke,bentar lagi juga sampai lo tunggu aja ribet banget sih.

Makanya kalau disuruh belajar bawa mobil itu mau, jangan taunya cuma bikin susah orang.

Claretta mendengus.

"Gak usah ngegas juga kali lo, yeh biarin aja kali. Kan ada elo, apa gunannya lo?" Sahut gadis santai.

Sementara diseberang sana Sasa sudah mendumel dan memaki-maki nama Retta, cacian itu pun masih bisa didengar oleh Claretta, bukannya marah gadis itu malah cekikikan sendiri.

Karena sudah terlalau jengkel dengan Claretta memutuskan sambungan telponnya.

"Sa, Sa,Sasa,," panggil Retta.

"Dih dia mati'in, ngambek yawlah," gumamnya, lalu kembali memasukkan ponsel miliknya kedalam saku.

Tbc.

Next...

Ruteng 22 Jaunuari 2021

Kim_Indah61


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
I Love U Pak Dokter [End✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang