Bab 17 - Patah Hati Terbesar

5.8K 594 44
                                    

Dua hari setelah menjalani histerektomi atau operasi pengangkatan rahim, tepat jam delapan pagi, Keisha baru tersadar dari komanya. Lengkungan senyum terlukis di wajahnya ketika ia melihat siapa saja yang ada di sisinya saat matanya terbuka tadi.

Tangisan haru terlihat dari wanita setengah baya yang menggenggam tangannya erat. Dan juga dari laki-laki yang paling Keisha sayangi setelah Papinya, dia adalah Gibran Danial Bakrie.

Setelah dokter memeriksa kondisi kesehatan Keisha pasca operasi, Maminya dan juga Gibran yang sempat menunggu di luar ruangan kembali masuk menemui Keisha.

"Alhamdulillah kamu udah sadar sayang. Mami khawatir banget sama kamu."

"Maafin aku Mi, aku nyusahin Mami terus." Ucap Keisha dengan suara parau.

Wanita bernama Sofia itu mengusap lembut pucuk kepala anaknya yang terbungkus jilbab instant, "Jangan begitu sayang, Mami gak pernah ngerasa di repotin sama kamu kok."

Keisha tersenyum lemah, lalu manik matanya menatap Gibran yang diam membisu di belakang Sofia. Cukup dengan melihat sorot mata Gibran saja Keisha sudah tahu, pasti ada sesuatu yang ingin di sampaikan oleh lelaki itu.

"Mami, boleh tinggalin aku sama Gibran sebentar?"

Sofia mengangguk dan keluar dari ruang inap anaknya itu. Setelah kepergian Sofia hanya tersisa Keisha dan Gibran yang sama-sama di sibukan oleh isi pikiran masing-masing.

"Kamu gak senang aku udah sadar?"

"Ngomong apa sih? Ya udah jelas senang pastinya."

Keisha tersenyum tulus sebelum ia mengajukan pertanyaan untuk Gibran, "Ada apa?"

"Kenapa?"

"Seharusnya aku yang nanya, kamu kenapa?"

Gibran mendekat dan duduk di kursi yang berada di samping brangkar tempat Keisha terbaring.

"Aku mau batalin lamaran aku ke Adisha."

"Kamu gila? Kamu gak mikirin perasaan Adisha?"

"Kamu sendiri gimana? Kamu gak mikirin perasaan dia kalau tau kita ini udah tunangan jauh sebelum aku kenal dia?"

Keisha diam membisu, pertanyaan Gibran sangat mengusik hatinya yang kini di selimuti berjuta rasa bersalah terhadap Adisha.

"Keputusan aku udah bulat Kei, aku gak mau nyakitin Adisha lebih jauh lagi. Aku gak mau terus-terusan mengulur waktu dan buat dia berharap lebih sama aku."

"Justru keputusan kamu itu yang bakal nyakitin Adisha, Gibran."

"Sepahit apapun sebuah kejujuran, itu jauh lebih baik daripada manisnya kebohongan Kei. Buat kali ini tolong jangan larang aku buat ambil tindakan."

Keisha memalingkan wajahnya dari Gibran, seiring dengan itu air matanya meluncur begitu saja. Banyak sekali ketakutan yang terpatri di lubuk hatinya. Ia takut setelah Adisha mengetahui segalanya, persahabatan yang mereka bangun bertahun-tahun akan hancur.

Keisha sadar jika tindakannya dalam melibatkan Adisha di antara ia dan Gibran memang sebuah kesalahan besar. Tapi biar bagaimana pun tidak ada opsi lain, selain menjodohkan Gibran dengan Adisha.

"Lebih baik kamu batalin lamaran sama aku aja, jangan sama Adisha. Aku gak mau dia sakit hati."

"Kei, kamu apa-apaan sih? Aku gak mungkin tinggalin kamu, aku gak mau."

Keisha kembali menatap Gibran, "Apa yang kamu harapin dari aku Gibran? Kamu tau kan aku ini gak bakal bisa kasih kamu keturunan?"

Pertanyaan Keisha begitu menusuk relung hati Gibran. Sakit sekali mendengar pertanyaan itu keluar dari bibir Keisha. Sakit sekali melihat orang yang begitu berarti untuk Gibran, mengucapkan hal tersebut dengan hati yang terus berpura-pura kuat.

Lembar Kisah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang