Tiga hari sudah kedua orang tua berserta adik Wildan menetap di Jakarta. Hari-hari yang dilalui Wildan terasa lebih berwarna dari biasanya. Senang sekali ada orang-orang terkasih yang menyambutnya di pagi hari.
Minggu pagi menjadi hari yang cerah, hari yang digunakan laki-laki berusia 26 tahun itu untuk berlari santai mengelilingi komplek. Di temani oleh adik kesayangnya, mereka memulai aktivitas tersebut sejak pukul setengah tujuh pagi.
"Mas rumahnya Mbak Adisha sebelah mana?" Tanya Wirda yang berlari di belakang Wildan.
"Ngapain nanyain dia?"
"Loh emangnya kenapa? Kan aku cuma nanya Mas. Lagian kenapa sih kayaknya Mas Wildan itu sensitif banget setiap kali aku atau Umi bahas Mbak Adisha?"
"Dia tinggal di blok C, waktu itu kan dia udah kasih tau ke kamu sama Umi."
"Iya aku tau di blok C, tapi sebelah mananya Mas?"
Wildan menghentikan langkahnya begitupun Wirda. Laki-laki itu menatap adiknya dengan wajah yang tidak bersahabat. Lalu menunjuk sebuah rumah yang tidak jauh dari posisi mereka berhenti.
"Kamu liat rumah yang cat putih itu?"
"Yang gerbangnya cokelat?"
"Hm."
"Kenapa Mas?"
"Itu rumah Adisha."
"Oalahh... Ternyata deket juga ya dari rumah yang Mas tinggalin?"
"Lumayan."
"Mas kita mampir bentar yuk, aku pengen ketemu sama Mbak Adisha."
"Kamu aja sana, Mas sibuk."
Wildan langsung melanjutkan langkahnya dan meninggalkan Wirda begitu saja. Sedangkan gadis remaja itu tampak kesal karena ucapannya hanya dianggap angin lalu oleh Wildan.
Di lain tempat, Linda dan Adisha baru saja pulang dari pasar. Dengan menenteng keranjang sayur, Adisha terus menceritakan hal-hal unik yang ia alami bersama Keisha dan Ujang sampai membuat perut Linda tergelitik geli.
"Dan yang paling parah itu ya Bu, masa si Ujang pernah ngompol waktu SMA cuma gara-gara di suruh maju sama guru Ekonomi yang galaknya minta ampun."
"Masa sih? Kamu ngarang kali Dish? Ibu gak percaya ah, masa udah SMA masih ngompol aja?" Gumam Linda di sela-sela tawanya.
"Yaelah Bu, kan ibu tau sendiri si Ujang gimana orangnya."
Di tengah-tengah percakapan yang sangat mengasyikkan tersebut. Seorang wanita berjilbab panjang yang sedang menyapu halaman rumah menyapa Adisha dan membuat gadis itu langsung menyapa balik wanita tersebut.
"Adisha."
"Eh ibu, assalamu'alaikum Bu." Sapa Adisha sembari mengulas senyuman ramah.
"Wa'alaikumsalam, dari pasar ya Adisha?"
"Iya Bu, oh ya kenalin ini ibu saya."
Linda mengulas senyum ramah, "Salam kenal Bu, saya Linda ibunya Adisha. Ibu ini orang tuanya nak Wildan ya?"
"Saya Jamilah, rupanya Bu Linda udah tau ya kalau saya orang tuanya Wildan?"
"Kebetulan Adisha sempat cerita tempo hari."
"Ngomong-ngomong masuk dulu yuk Bu Linda, Adisha. Kita ngobrol-ngobrolnya di dalam aja."
"Makasih Bu, tapi kayaknya saya sama ibu saya harus segera pulang." Tolak Adisha secara halus.
"Iya Bu mohon maaf, kayaknya kita emang harus segera pulang." Linda menimpali.
Raut wajah Jamilah tampak kecewa setelah mendapatkan penolakan tersebut. "Hm sayang banget, padahal saya gak lama loh di Jakarta."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembar Kisah ✔
Romance[Spin-off : Jazira] "Mencintai sebelah pihak itu sama saja seperti menggenggam pecahan kaca, semakin erat dalam genggaman maka semakin sakit pula rasa yang akan di dapatkan." Kalimat itu mampu mendeskripsikan perasaan Adisha dalam mencintai seorang...