Terik matahari membuat keringat yang ada di pelipisnya tembus hingga membasahi hijab square berwarna dusty pink yang di pakai. Tenggorokannya juga sudah kering seperti tanah di musim kemarau, rasanya ingin segera di siram dengan es teh manis yang di jual oleh ibu kantin.
“Ya Allah semoga gak telat.”
Perempuan itu terus berlari membelah jalan raya yang macet total akibat adanya pohon yang tumbang secara tiba-tiba. Kalau saja tidak macet, sudah bisa di pastikan bahwa angkot yang di tumpanginya telah sampai sekitar lima belas menit yang lalu.
Untung saja jarak antara kampus dengan posisinya sekarang tidak begitu jauh, jadi ia masih bisa mengejar waktu untuk mengikuti kuis yang di adakan oleh dosen.
Setelah menghabiskan sebagian tenaga, akhirnya mata perempuan itu berbinar ketika melihat gapura bertuliskan ‘Universitas Nusantara’.
“Alhamdulillah ... akhirnya sampe juga.”
Perempuan itu menengok arlojinya yang menunjukkan pukul sebelas lewat sepuluh menit dan jadwal kuisnya akan di mulai lima menit lagi. Masih ada waktu untuk sampai ke lantai tiga dan mengikuti kuis. Dengan catatan, ia harus berlari dari posisinya saat ini.
“Harus cepet-cepet sampe nih biar gak makin telat.”
Secepat mungkin ia berlari memasuki gedung berlantai empat yang menjulang tinggi di permukaan tanah.
“Aissh! Kenapa rame banget sih?!” Ia mendesis kesal karena lift sangat ramai, tidak seperti biasanya.
Perempuan yang langsung berlari menaiki anak tangga itu merapalkan berbagai umpatan di dalam hatinya kepada sang dosen. Kalau saja ia tidak mengadakan kuis dadakan, pasti tidak akan serepot ini jadinya. Menyebalkan sekali!
“Dosen baru kok ngerepotin banget sih?” keluhnya sambil terus mengatur deru nafas yang semakin terasa sangat minim.
Satu informasi yang di dapat dari penghuni Fakultas Ekonomi dan Bisnis tahun ketiga, bahwasanya dosen yang mengadakan kuis dadakan seperti tahu bulat itu adalah seorang dosen baru. Namanya, Wildan Septian Haris. Keberadaannya belum genap satu minggu di Universitas Nusantara ini.
Tapi popularitas dosen tersebut sudah sangat mewabah ke seluruh penjuru kampus dari berbagai angkatan. Beberapa hari belakangan ini ia tidak pernah lepas dari segala pembicaraan para mahasiswa maupun mahasiswi. Ia benar-benar tengah booming seantero kampus. Sudah seperti selebriti papan atas yang sedang magang.
Banyak sekali yang memuji dosen tersebut karena, katanya ia masih muda dan juga sangat tampan, bahkan ada yang menyamakan standar wajahnya dengan deretan aktor Asia. Tapi di balik pahatan wajahnya yang nyaris sempurna, ia juga terkenal sangat cuek, dingin serta killer.
“Huhh ... akhirnya sampe juga.” Ucap perempuan tadi setelah berhasil sampai di lantai tiga.
Menatap pintu kelas yang tiba-tiba saja terlihat sangat menakutkan, membuat degup jantungnya berpacu di luar batas normal. Sebisa mungkin ia terus menetralisir berbagai kekacauan yang sedang terjadi di dalam dirinya.
“Kok sepi banget sih? Jangan-jangan kuisnya udah mulai nih.” Monolognya sebelum mengetuk pintu yang tertutup rapat.
Ia menghela nafas sekali lagi. “Bismillah aja deh. Segalak apapun dosen baru itu, pasti dia bukan kanibal.”
Tok..
Tok..
Tok..
Suara ketukan pintu yang berbunyi di tengah keheningan, membuat semua yang berada di dalam ruangan menoleh. Kecuali laki-laki berkemeja putih yang sedang fokus membaca buku tebal di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembar Kisah ✔
Romance[Spin-off : Jazira] "Mencintai sebelah pihak itu sama saja seperti menggenggam pecahan kaca, semakin erat dalam genggaman maka semakin sakit pula rasa yang akan di dapatkan." Kalimat itu mampu mendeskripsikan perasaan Adisha dalam mencintai seorang...