Bab 8 - She's Special

5.3K 540 18
                                    

Sejak tadi Adisha berdiri di ambang pintu masuk ruangan khusus karyawan sambil terus memperhatikan gerak-gerik Wildan yang membuat rasa penasarannya meningkat berkali-kali lipat.

“Aku yakin banget, perempuan di samping istrinya Mas baik itu pasti calonnya Pak Wildan.”

Kepalanya langsung menggeleng kuat. “Apaan sih? Ngapain juga aku mau tau urusan dia? Kan kata ibu gak boleh ikut campur urusan orang lain.”

Masih kesal dengan kejadian di kampus, membuat dongkol di hati Adisha kian bermunculan kembali. Rasanya benar-benar sulit bagi Adisha untuk melupakan apa yang Wildan lakukan kepadanya. Sangat kejam dan tidak beperi-kemahawasiswaan.

“Sabar, tahan, gak boleh marah. Inget, orang-orang yang sabar itu imbalannya Surga.”

Adisha langsung pergi ke pantry untuk melanjutkan pekerjaan.

“Adisha.” Panggil seorang karyawan bagian dapur.

“Iya Mas, ada yang bisa saya bantu?”

“Lima menit lagi pesanan buat meja dua puluh tiga ready. Kamu jangan kemana-mana ya, nanti tolong anterin.”

Adisha menyuguhkan senyum semangatnya seperti biasa. “Siap Mas!”

Lima menit kemudian pesanan sudah jadi dan siap di antar. “Dish, ini pesanannya udah jadi. Tolong kamu anterin ya!”

“Oke.”

Adisha keluar dari pantry dengan fokus yang sudah terisi penuh. Jangan sampai ia melakukan kesalah seperti tadi. Bisa double malunya kalau sampai salah antar pesanan lagi.

Mengantar pesanan ke meja nomor dua puluh tiga membuat langkah Adisha otomatis melewati meja tempat Wildan berada. Ia tidak paham lagi mengapa hari ini terus mengantar pesanan ke meja dua puluhan.

“Zahra, kamu mau jawab pertanyaan Wildan?” Samar-samar suara Raffa masih bisa tertangkap oleh gendang telinga Adisha.

“Jadi perempuan itu namanya Zahra.” Diam-diam Adisha menguping.

Perempuan bernama Zahra itu terlihat gugup dan berulang kali menautkan jari-jemarinya.

“Kalau kamu gak mau jawab gak apa-apa kok. Saya yakin ada alasan tersendiri buat kamu.” Wildan terdengar sangat bijak.

“Alasan saya gak mencantumkan foto itu karena trauma, Mas. Saya pernah menjalani Ta'aruf sebelumnya, tapi gak berlanjut ke tahap selanjutnya karena orang yang bersangkutan kecewa setelah melihat foto saya.”

Wildan jadi tidak enak hati setelah mendengar jawaban Zahra. Biar bagaimana pun pasti luka lama perempuan itu harus terbuka lagi akibat pertanyaannya.

“Maaf Zahra, sepertinya pertanyaan saya kurang sopan.”

“Gak apa-apa Mas, saya ngerti.”

“Tapi terima kasih ya sudah mau menjawab. Gak perlu sedih dan di pikirin juga. Yang lalu biarin aja berlalu. Saya yakin Allah sudah menyiapkan pasangan yang terbaik buat kamu.”

“Aamiin, terima kasih do'anya Mas.” Ia mengulum senyum setelah mendengar nasihat sekaligus do'a yang Wildan utarakan. “Kalau boleh meminta, saya mau kamu yang jadi jodoh saya Mas Wildan.” lanjutnya di dalam hati.

Lembar Kisah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang