Bab 5 - What's Wrong?

5.8K 611 14
                                    

Seharusnya malam itu Adisha bersikap biasa saja walaupun ia memang benar-benar merasa sangat kesal dengan sikap Wildan. Tapi nasi sudah menjadi bubur, semuanya sudah terjadi. Ia membawa dirinya sendiri ke dalam rasa tidak enak hati yang di ciptakan sendiri.

Rasa canggung menyelimutinya ketika berpapasan dengan Wildan, seperti sekarang ini. Ingin sekadar menyapa agar terkesan sopan, tapi rasanya aneh dan malu. Tidak menyapa, justru akan semakin memperkeruh suasana.

“Mending pura-pura gak liat aja deh.” Adisha memilih opsi lain yang di anggap paling tepat.

Perempuan itu menetralkan perasaannya dan mulai berjalan ke arah yang berlawanan dengan Wildan sambil terus berpura-pura sibuk memainkan ponsel.

“Kenapa menghindari saya? Malu ya ketahuan pacaran?”

Suara yang menggema di lorong sepi membuat tubuh Adisha mematung, kakinya seperti terjebak dalam gumpalan lem.

“Maaf, Bapak bicara sama saya?”

“Siapa lagi kalau bukan kamu? Emang ada orang lain selain saya sama kamu?”

Adisha hanya mampu tertawa risih setelah menyadari bahwa tidak ada siapapun lagi selain ia dan Wildan. “Ini orang-orang pada kemana sih?”

“Kenapa buang muka setelah liat saya?” 

“Maaf saya gak liat, Bapak.”

“Allah ciptain mata itu buat melihat, bukan buat pura-pura gak melihat.” Sindir Wildan sebelum berlalu pergi.

Mulut Adisha menganga sempurna ketika mendengar ucapan Wildan.

“Astagfirullah ... aku salah apa sih sampe di sindir begitu? Kenapa tuh orang harus ada di sini coba? Kenapa dia gak tugas di kampus lain aja? Bikin orang hipertensi.” Adisha menggerutu kesal usai kepergian Wildan.

Rasanya tidak masuk akal kalau Wildan itu harus mencampur adukkan urusan pribadi dengan urusan kampus, terkesan ke kanak-kanakkan sekali. Lagi pula ia tidak punya hak apapun terkait masalah pribadi Adisha. Wildan hanya sebatas tetangga yang kebetulan akrab dengan Linda, dan dosen yang tidak Adisha sukai. Itu saja.

Saat tiba di ruanganya, Wildan langsung merebahkan punggung di penyangga kursi yang ia duduki. Lantunan istighfar mengalun menuju langit di atas sana. Ia menetralisir perasaannya yang sulit untuk di telaah.

“Saya kenapa sih? Kenapa hati saya selalu kacau kalau ketemu anaknya Bu Linda? Astaghfirullah....” Wildan mengusap wajahnya gusar.

Tring!

Dering ponsel Wildan berbunyi dengan nyaring.

Mas Raffa
Ada yang mau Mas bahas sama kamu. Jam dua siang kita ketemuan ya, nanti lokasinya Mas share ke kamu.

Wildan hanya membalas pesan chat tersebut dengan kata 'Ya' kemudian ia kembali mematikan ponselnya. “Tumben banget Mas Raffa ngajak ketemuan?”

***

Tepat pukul dua siang pergantian shift baru saja di lakukan. Seperti biasa, Adisha akan memulai pekerjaannya sepulang kuliah. Sudah di katakan sebelumnya bukan kalau Adisha memiliki pekerjaan paruh waktu untuk membantu Linda.

Kini ia sudah berganti baju mengenakan seragam kerjanya. Memulai segala sesuatu dengan Bismillah dan mengakhirinya dengan Hamdallah adalah hal wajib yang selalu Adisha lakukan dalam memulai dan mengakhiri pekerjaan.

Lembar Kisah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang