‘Waktu adalah emas’ tiga kata itu mampu mendeskripsikan tentang bagaimana berharganya waktu. Ia tidak bisa di putar, tidak bisa di ulang, juga tidak bisa di kembalikan. Dan karena tiga hal itulah, manusia seharusnya memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin.
Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara : Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir).
Sangat tidak terasa, waktu yang di lalui Wildan bersama Adisha ternyata sudah cukup lama. Perut Adisha yang semula datar, kini sudah buncit layaknya ibu hamil pada umumnya. Usia kehamilannya sudah memasuki minggu ke tiga puluh tujuh. Artinya, tinggal beberapa minggu lagi ia dan Wildan akan menyambut bayi mereka di dunia ini.
“Alhamdulillah, pergerakan bayi lancar, posisi bayi juga aman. Mas sama Mbak gak perlu khawatir ya, Insya Allah semuanya akan baik-baik aja sampai masa persalinan, selama Mbak Adisha terus menjaga kesehatan dan selalu berhati-hati.”
Lengkungan bibir Adisha dan Wildan kompak tertarik saat mendengar penjelasan dokter Yuliyanti. Masih dalam posisi berbaring, Adisha terus memperhatikan monitor yang terhubung dengan alat USG yang sejak tadi berselancar di permukaan perutnya.
Air mata Adisha menetes tanpa sadar ketika ia melihat dua janin yang bergerak perlahan di dalam rahimnya. Semuanya masih terasa seperti mimpi. Sangat di luar dugaan bahwa Adisha akan mengandung dua bayi sekaligus di waktu yang bersamaan.
“Maaf dok, saya boleh nanya?”
“Iya Mas, ada apa?”
“Apa jenis kelamin bayi yang ada di rahim istri saya bisa di ketahui?”
“Agak sulit di ketahui sebenarnya. Tapi berdasarkan analisa saya selama pemeriksaan di minggu-minggu akhir kehamilan ini, sepertinya janin yang ada di kandungan Mbak Adisha berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.”
Sulit di ungkapkan dengan kalimat apapun. Air mata Wildan langsung menetes haru. Ia segera merapalkan Hamdallah dan sholawat secara bergantian untuk berterima kasih kepada Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Sepuluh menit setelahnya, pemeriksaan telah usai dan pasangan muda itu segera bergegas pergi meninggalkan tempat praktik dokter Yuliyanti dengan hati gembira dan penuh akan rasa syukur yang luar biasa.
“Hati-hati masuk mobilnya, Sha.” Wildan memapah tubuh Adisha dengan sangat hati-hati. Ia memasuki mobil kemudian.
Adisha tersenyum lebar, ia bahagia. Perlakuan istimewa Wildan kepadanya sama sekali tidak berubah dan berkurang sejak awal kehamilan, hingga saat ini.
“Sabuk pengamannya jangan lupa di pake.”
“Iya, Pak.”
“Posisi duduk kamu nyaman gak? Kalau nggak, biar saya rebahin sedikit kursinya.”
“Nyaman kok, Pak Wildan tenang aja.”
“Leher kamu pegel gak kalau duduk begitu? Kalau pegel biar saya ambilin bantal leher di bagasi.”
“Nggak perlu, Pak. Begini aja udah nyaman kok.”
“Yakin nih? Kalau emang ada apa-apa atau butuh sesuatu kamu bilang aja ya, oke?”
Tawa Adisha terdengar nyaring. Melihat Wildan yang jauh lebih hectic membuat hati Adisha terasa geli, apalagi jika ia mengingat kilas balik sikap Wildan yang sangat kejam dan tidak peduli kepadanya. Allah memang pandai membolak-balikan hati manusia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembar Kisah ✔
Romansa[Spin-off : Jazira] "Mencintai sebelah pihak itu sama saja seperti menggenggam pecahan kaca, semakin erat dalam genggaman maka semakin sakit pula rasa yang akan di dapatkan." Kalimat itu mampu mendeskripsikan perasaan Adisha dalam mencintai seorang...