[Author Note]
Hai, FYI ini adalah Bab akhir dari cerita LEMBAR KISAH. Mohon maaf jika selama nulis cerita ini terdapat banyak kesalahan yang saya lakukan, baik di sengaja maupun tidak.
Revisi akan segera saya lakukan untuk meminimalisir typo, plot hole, dll.
⚠Segala hal-hal buruk sangat di HARAMKAN untuk di tiru!
Mohon maaf atas segala kekecewaan yang sering terjadi, ending yang gak sesuai ekspetasi, update yang gak konsisten dan lain sebagainya.
Terima kasih buat yang udah support dari awal sampai titik ini. Semoga kita bisa berjumpa di LEMBAR KISAH versi novel yang jauh lebih baik lagi suatu hari nanti, aamiin♡
___________________
(Finished chapter's)
⚠Wildan's poin of view⚠
___________________Dua minggu usai kepergian Adisha, membuat saya drop sampai harus bercengkrama dengan selang infus meskipun tidak sampai menginap di rumah sakit. Bukan tidak sampai sebenarnya, hanya saja saya tidak mau di rawat. Karena masih trauma dengan tempat itu.
Sunyi menghiasi kamar yang biasanya saya tempatkan bersama Adisha. Yang biasanya setiap malam dan pagi hari selalu kami pakai untuk bercerita tentang masa kecil masing-masing dengan di iringi tawa renyah yang penuh akan kebahagiaan.
Tapi, semua itu sudah tidak bisa saya lakukan lagi karena orang yang menjadi peran utama di dalam hidup saya telah berpulang ke rumah yang sesungguhnya.
"Huftt," Helaan nafas saya terdengar berat.
Berbaring di atas tempat tidur sambil menatap kilau senja yang terlihat dari kaca jendela transparan, membuat pilu yang saya rasakan semakin menyiksa.
Niat untuk bunuh diri dan menyusul Adisha selalu menjadi opsi paling menggiurkan yang sampai saat ini memenuhi isi pikiran saya. Tapi beruntungnya, akal sehat masih membantu untuk sadar. Sehingga niat itu hanya sekadar keinginan saja, bukan rencana.
"Mas Wildan."
"Kenapa?"
"Ini, aku bawain makanan buat Mas."
"Kamu taruh aja di meja."
Wirda, adik saya, terdengar menghela nafas panjang ketika melihat sepiring nasi plus lauk yang di antarnya tadi siang masih utuh karena, memang tidak saya sentuh sedikit pun.
"Mau sampai kapan Mas begini terus? Mas gak kasian sama Arkan dan Aisyah? Cukup Mbak Adisha aja yang pergi ninggalin mereka, Mas jangan." Omelnya untuk kesekian kali dalam dua minggu belakangan ini.
"Mas lagi gak mau di ganggu Da."
"Ternyata dari dulu sifat egois Mas Wildan emang gak pernah berubah ya? Bahkan dalam keadaan kayak gini aja Mas masih sibuk mikirin diri sendiri."
"Kamu gak tau apa-apa."
"Oke, mungkin aku emang gak tau apa-apa. Tapi, apa Mas pikir cuma Mas aja yang kehilangan? Cuma Mas aja yang sedih? Cuma Mas aja yang gak terima? Kita semua juga ngerasain hal itu Mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembar Kisah ✔
Romance[Spin-off : Jazira] "Mencintai sebelah pihak itu sama saja seperti menggenggam pecahan kaca, semakin erat dalam genggaman maka semakin sakit pula rasa yang akan di dapatkan." Kalimat itu mampu mendeskripsikan perasaan Adisha dalam mencintai seorang...