Niat untuk membatalkan pernikahan akhirnya harus Adisha urungkan terlebih dahulu. Bermodal kertas yang Wildan berikan kemarin, ia akan mencari tahu apa yang sebenarnya tidak ia sadari selama ini.
Awalnya Adisha ragu dan tidak ingin mengikuti saran Wildan karena ia berpikir kalau itu semua termasuk ke dalam permainan Wildan saja. Tapi semakin Adisha mengabaikan semuanya, semakin hatinya berdesir tidak tenang.
"Bu, aku pamit keluar dulu ya."
"Loh kamu mau kemana? Istirahat di rumah aja. Baru sembuh juga." Omel Linda ketika mendapati putrinya itu sudah rapih.
"Ada urusan Bu, gak lama kok. Janji deh."
"Mau ibu temenin gak?"
"Gak usah Bu, aku bisa sendiri kok. Ibu gak perlu khawatir."
"Yaudah, kamu hati-hati ya. Kalau ada apa-apa langsung kabarin ibu."
"Iya Bu, aku pamit. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Ia langsung melipir keluar rumah dan bergegas pergi dengan ojek online yang telah ia pesan sebelumnya. Sejak keluar dari area perumahan, Adisha terus memanjatkan doa di dalam hati. Ia berharap tidak akan ada hal buruk yang membuatnya akan menyesali kelalaian seumur hidupnya.
Hatinya tidak tenang walaupun sudah melangitkan sholawat serta istigfar, tidak seperti biasa. Perasaannya benar-benar tidak karuan bahkan sejak pertama kali menerima kertas selembar yang Wildan berikan itu. Entah karena apa, firasat buruk langsung bermunculan saat itu juga.
Sekitar dua puluh menit berlalu. Sepeda motor yang di kendarai Abang ojek online telah sampai pada tujuan.
"Ini ongkosnya, Mas."
"Uangnya pas ya Mbak. Terima kasih."
Adisha membalas dengan senyum dan anggukan. Di pelataran gedung bertingkat itu, ia menggenggam erat tali pada tas yang ia pakai.
"Bismillah," Ujarnya sebelum melangkah masuk.
Langkah kaki perempuan yang lahir pada tahun 1999 itu perlahan masuk ke dalam gedung. Ia tidak mau membuang waktu untuk sampai pada tempat yang akan memberikannya keyakinan untuk membatalkan pernikahan sandiwara dengan Wildan.
Adisha masuk ke dalam lift dan menekan angka tiga. Dengan cepat lift langsung bergerak naik membawa tubuh Adisha ke lantai tiga. Usai keluar dari lift dan menyusuri lorong tempat ini, Adisha jadi teringat kepada Keisha.
Lebih tepatnya ia mengingat tentang bagaimana hancur hatinya setelah mengetahui bahwa sahabatnya ternyata tunangan dari calon suaminya. Gibran.
Adisha berhenti tepat di depan ruangan, yang pada pintunya tertera nama orang yang sesuai pada kertas. Dengan rasa percaya diri dan keyakinan yang besar untuk membatalkan pernikahannya. Adisha mengetuk pintu itu dengan tegas.
"Permisi."
"Silakan masuk." Ucap seseorang dari dalam ruangan.
Ketika pintu terbuka. Adisha terkejut mendapati seseorang yang pernah ia temui sedang duduk di kursinya.
"Mas Raffa?"
"Kamu sudah sampai ternyata. Silakan duduk Adisha, senang bisa bertemu lagi."
"Ternyata Mas Raffa dokter? Masya Allah ... Saya baru tau." Ungkap Adisha penuh kagum.
Rumah sakit Medika Insani. Di tempat inilah Adisha berada, di tempat dinas Raffa yang tak lain adalah kakak sepupu Wildan. Di tempat dinas dokter spesialis kanker.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembar Kisah ✔
Storie d'amore[Spin-off : Jazira] "Mencintai sebelah pihak itu sama saja seperti menggenggam pecahan kaca, semakin erat dalam genggaman maka semakin sakit pula rasa yang akan di dapatkan." Kalimat itu mampu mendeskripsikan perasaan Adisha dalam mencintai seorang...