Hallo, sebelum baca Bab ini Nad mau ngucapin selamat datang di work NADIYAST buat para pembaca baru♡
(Demi apapun Nad seneng banget ceu punya pembaca baru wkwkwk)Jazakumullahu Khairan buat yang sengaja mampir ataupun nyasar ke cerita ini. Semoga apa yang Nad tulis bisa menghibur dan bermanfaat buat kalian yang baca. Aamiin...
Btw jangan lupa tinggalin komentar di setiap paragraf yang menurut kalian menarik yaa!
SELAMAT MEMBACA♡
Sebulan sudah sejak kepergian Linda malam itu. Malam yang tidak akan pernah bisa Adisha lupakan di dalam kehidupannya sampai kapanpun. Malam yang membuatnya hancur dan tidak ingin melanjutkan hidupnya lagi.
Kini ia resmi tinggal bersama Wildan sepenuhnya. Rumah yang ia tempati bersama mendiang Linda dahulu, kini telah dibeli oleh Intan yang baru menikah sepekan yang lalu.
Jangan tanyakan bagaimana kemajuan hubungan Adisha dan Wildan. Karena jawabannya tentu saja tidak ada kemajuan sama sekali. Wildan tetap gengsi dan menjunjung tinggi harga dirinya. Sedangkan Adisha, keperibadian perempuan itu menjadi sangat dingin pasca kematian ibunya.
"Mbak Adisha mau berangkat kuliah?" Begitu tanya Ningsih, asisten rumah tangga yang Wildan pekerjaan di rumahnya sebulan lalu.
"Oh nggak mbok, ini kan hari minggu. Saya cuma ada urusan sebentar."
"Sepagi ini Mbak?" Baru jam enam lewat lima menit, tapi Adisha sudah terlihat buru-buru sekali.
"Iya mbok."
"Sarapan dulu Mbak, kebetulan mbok sudah masakin nasi goreng sama telur dadar kesukaan Mbak Adisha nih." Ucap Ningsih begitu tulus.
Wildan pandai sekali mencari asisten rumah tangga. Sosok Ningsih mampu mengobati sedikit kerinduan Adisha terhadap mendiang ibunya. Ningsih memang lebih tua kalau dibandingkan dengan Linda. Tapi perhatian dan sikapnya dalam memperlakukan Adisha benar-benar terasa seperti Linda. Begitu lembut dan tulus.
"Mbak, kok ngelamun? Ayo sarapan dulu." Tegur Ningsih dengan lembut.
Akhirnya Adisha mengangguk dan menuruti perintah Ningsih. Ia duduk di meja makan.
"Biar mbok sendokin nasinya ya Mbak."
"Gak usah mbok, saya bisa sendiri kok."
"Udah gapapa Mbak, biar mbok aja yang sendokin nasi goreng ini buat Mbak Adisha yang paling cantik di dunia ini." Goda Ningsih.
Adisha terkekeh mendengarnya, rasanya baru kali ini ia tertawa lagi. "Makasih ya mbok yang gak kalah cantik."
"Iya sama-sama." Ningsih tersenyum lebar.
"Oh iya mbok, nanti kalau Pak Wildan nanyain saya, bilang aja mbok gak tau ya."
"Loh memangnya kenapa Mbak? Kalau Mas Wildan khawatir gimana?"
"Nggak kok, dia gak bakal khawatir. Dia itu bukan tipe suami begitu, mbok."
"Kata siapa saya gak bakal khawatir?" Demo Wildan yang tiba-tiba datang dengan rambut basah. Sepertinya dia baru saja selesai mandi.
"Eh Mas Wildan, pagi Mas." Sapa Ningsih.
"Pagi mbok." Balas Wildan.
"Mau sekalian saya sendokin nasi gorengnya?"
"Oh, boleh mbok."
"Manja banget sih? Kayak gak punya tangan aja pake minta sendokin segala." Sindir Adisha pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembar Kisah ✔
Romansa[Spin-off : Jazira] "Mencintai sebelah pihak itu sama saja seperti menggenggam pecahan kaca, semakin erat dalam genggaman maka semakin sakit pula rasa yang akan di dapatkan." Kalimat itu mampu mendeskripsikan perasaan Adisha dalam mencintai seorang...