Bab 24 - Keputusan Wildan

4.8K 514 90
                                    

"Alhamdulillah akhirnya ketemu kasur juga," Gumam Adisha ketika baru saja mendaratkan tubuhnya di atas tempat tidur.

Walaupun tugasnya di Madya Grup sangat tidak berat. Tapi berlama-lama duduk di depan komputer membuatnya merasa pegal-pegal dan capek juga. Terutama hari ini.

"Kalau di perhatiin, Pak Tama itu tipe-tipe cowok yang suamiable banget sih. Sikapnya dewasa, lembut, baik, ramah, terus rasa peduli dan tanggung jawabnya besar banget lagi."

Senyuman di wajah Adisha tidak kunjung pudar ketika membayangkan CEO Madya Grup itu.

"Pengen deh punya suami modelan begitu," Ucap Adisha sambil kegirangan sendiri dan membekap wajahnya dengan bantal.

Entah perasaan aneh yang muncul dari mana. Tiba-tiba saja rasa kagum terhadap sosok Tama Andrian Dewangga iti meningkat dengan begitu cepat dan pesat.

Tok tok tok

"Dish, ibu masuk ya." Teriak Linda dari luar.

"Iya, Bu."

Linda datang dengan membawa hoodie warna hitam, milik Wildan.

"Ini punya kamu, udah selesai ibu cuci, udah di setrika juga." Kata Linda sambil meletakan hoodie tersebut di atas tempat tidur.

"Ya Allah, maaf ya Bu udah ngerepotin. Seharusnya ibu gak usah repot-repot buat cuci dan setrika hoodie ini."

"Udah gapapa, kamu kaya sama siapa aja sih?"

"Tapi aku jadi ngerasa gak enak, Bu."

"Eh ngomong-ngomong ada yang mau ibu omongin sama kamu." Raut wajah Linda terlihat serius, tidak seperti biasanya.

"Ada apa Bu? Kok kayaknya serius banget?"

"Gini Dish, soal lamaran Pak Ammar buat kamu yang waktu itu."

Adisha langsung menghela nafas, membahas soal lamaran tersebut hanya akan membuat suasana hatinya menjadi buruk. Terlebih lagi ia mendapati fakta dari Wirda bahwa Wildan menolak keras kemauan orang tuanya itu.

"Bu, aku gak mau menikah atas dasar perjodohan apalagi keterpaksaan."

"Dish tolong nurut sama ibu, bukannya ibu maksain kehendak atau gimana. Tapi cuma sama nak Wildan ibu bisa ngelepas kamu dengan tenang,"

"Ibu tau kalian gak saling mencintai, tapi cinta itu bakal tumbuh seiring berjalannya waktu. Kamu anak ibu satu-satunya, kamu juga udah gak punya Ayah. Ibu kepingin ada yang jagain kamu Dish, ibu takut kalau tiba-tiba Allah ambil nyawa ibu di saat kamu masih sendiri,"

"Kalau begitu siapa yang bakal jagain kamu? Gimana hidup kamu tanpa ibu? Keluarga ibu sama mendiang Ayah kamu kan semuanya tinggal di Bogor. Ibu khawatir Dish..."

Ucapan Linda mampu menohok relung hati Adisha. Terlihat sekali kalau Linda memang benar-benar menginginkan Adisha untuk menikah dengan Wildan.

"Ridha orang tua itu ridha Allah juga. Kalau ibu dan kedua orang tua nak Wildan sudah merestui kalian, terus apalagi yang mau kamu raguin?"

Adisha terdiam cukup lama. Ia terus merenungi isi hatinya yang abstrak dan tidak tahu arah tujuan. Jeda beberapa menit kemudian ia baru membuka suara kembali.

"Pak Wildan gak pernah setuju Bu sama keputusan yang di buat orang tuanya." Lirihnya.

"Tau dari mana kamu soal itu?"

"Wirda yang bilang ke aku. Dia bilang setelah kita pulang dari rumah Pak Wildan waktu itu. Pak Wildan langsung menolak permintaan Abi Ammar buat ngelamar aku."

Lembar Kisah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang