Adisha sedang sibuk menyiapkan berbagai hidangan makan malam untuk tamu spesial yang akan datang ba'da Isya nanti, dengan di bantu oleh dua sahabat baiknya.
“Eh ini cabe-cabeannya di apain?”
“Di pacarin aja sama lo Jang.” Celetuk Keisha.
“Dih amit-amit gue jadian sama rempah-rempah. Asal lo tau aja ya, selera gue itu sekelas Song Hye-kyo!”
“Mimpimu ketinggian nak, hati-hati jatuhnya sakit.” Ujar Keisha sambil menepuk pundak Ujang.
“Halaahh bilang aja lo cemburu.”
“Amit-amit jabang bayi!”
“Ngaku aja si kalau selama ini lo suka sama gue, iya kan?!”
“Jangan ngarep lo Ujang!”
Perdebatan Keisha dan Ujang membuat Adisha tidak henti untuk tertawa. Ia sangat bersyukur memiliki sahabat yang baik dan selalu menghibur seperti mereka berdua.
Sejenak terbesit kembali bayangan Gibran di otaknya. Senyum kebahagiaan rasanya sulit sekali untuk Adisha tutupi.
“Curut, curut ... ngapain lo senyum-senyum sendiri? Masih waras kan?” Ujang geleng-geleng kepala.
“Lo gak peka banget sih jadi manusia? Ya jelas Adisha senyum-senyum sendirian begitu lah. Kan malam ini mau di lamar sama cowok paling populer di kampus. Pasti bahagia banget tuh.” kata Keisha meledek.
“Kalian kenapa sih? Siapa yang senyum-senyum coba?” Adisha terlihat malu-malu dengan pipi merona.
Euforia yang ia rasakan saat ini sangat luar biasa. Rasa bahagia, takut, dan gugup sudah berkolaborasi sempurna di dalam hatinya. Bahkan sejak ia bangun tidur tadi pagi.
“Allahumma sholi 'ala sayyidina Muhammad. Lancarkan segala urusan hamba ya Rabb.” Adisha menghela nafas berulang kali ketika degup jantungnya terus bermaraton.
“Udah jam segini, kayaknya lo lebih baik siap-siap deh, Dish.”
“Nanti aja Kei, baru juga jam tujuh kurang.”
“Jangan di nanti-nanti curut. Entar yang ada penampilan lo gak maksimal.”
“Nah iya tuh, gue setuju sama si Ujang. Udah sana lo siap-siap aja. Lagian kan urusan dapur udah hampir siap semua. Lo gak perlu khawatir.”
“Tapi kalian gak apa-apa kalau aku tinggalin? Aku gak enak hati.”
“Yaelah lebay banget lo!”
“Santai aja kali Dish, kayak baru kenal gue sama Ujang aja.”
Adisha tersenyum haru. “Makasih ya Keisha, Ujang, semoga Allah balas semua kebaikan kalian sama aku.”
“Aamiin....” Jawab keduanya serentak.
“Kalau gitu aku ke kamar dulu ya buat siap-siap.” Keisha dan Ujang mengangguk setuju.
Setengah jam kemudian. Penampilan Adisha sudah rapi dengan balutan gamis biru muda dengan warna jilbab navy yang panjangnya menutupi dada. Tidak lupa juga, ia memoles wajahnya dengan sedikit sentuh make up agar terlihat tidak pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembar Kisah ✔
Roman d'amour[Spin-off : Jazira] "Mencintai sebelah pihak itu sama saja seperti menggenggam pecahan kaca, semakin erat dalam genggaman maka semakin sakit pula rasa yang akan di dapatkan." Kalimat itu mampu mendeskripsikan perasaan Adisha dalam mencintai seorang...