Bab 43 - Tanda Tanya

5K 531 25
                                    

Satu shaf sholat di belakang Wildan adalah mimpi yang Allah wujudkan menjadi sebuah kenyataan indah. Lantunan Surah Al-Qari'ah yang terdengar amat sangat syahdu, membuat Adisha menangis dalam sholatnya.

Surah ke 101 di dalam Al-Qur'an yang memiliki arti sebagai ‘Hari Kiamat’ ini membuat Adisha merasakan ketakutan mendalam setelah mengingat artinya. Sebagai manusia biasa, tentu saja ia tidak luput dari segala kesalahan dan dosa. Dan karena dosa-dosanya itulah ia merasa amat ketakutan.

Surah Al-Qari'ah sendiri termasuk dari golongan surah Makkiyah karena di turunkan di Mekkah. Terdiri dari sebelas ayat dan terdapat di Juz 30. Sesuai artinya, Surah ini menjelaskan tentang bagaimana dan apa yang terjadi ketika hari kiamat itu tiba.

Di jelaskan bahwasanya pada hari itu (hari kiamat) manusia seperti laron yang beterbangan, gunung-gunung seperti bulu yang di hambur-hamburkan.

Kemudian manusia berada dalam dua tempat yang berbeda. Pertama, manusia yang berat amal timbangan (kebaikan)nya. Maka manusia tersebut akan berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang).

Kedua, manusia yang ringan amal timbangan (kebaikan)nya. Maka tempat kembalinya adalah Neraka Hawiyah. Di ayat terakhir di jelaskan bahwa Neraka Hawiyah yaitu, api yang sangat panas.

"Assalamu'alaikum warahmatullah ...."

"Assalamu'alaikum warahmatullah ...."

Salam yang Wildan ucapkan menjadi penutup dari sholat Isya hari ini. Setelah mendengar lantunan Surah Al-Qari'ah di rakaat pertama. Jujur saja, Adisha tidak mampu untuk mengontrol tangisnya sampai rakaat terakhir.

"Kamu kenapa?" Wildan sudah mendapati Adisha menangis dalam diam ketika ia membalikan badannya.

"Sha, kamu gak enak badan? Mau saya beliin obat? Atau kita ke dokter?" Terlihat bahwa wajah Adisha memucat.

Kepalanya menggeleng. "Saya gapapa, Pak."

"Yakin?"

"Iya."

"Terus kamu kenapa nangis?"

"Saya cuma kebawa perasaan sama arti dari Surah Al-Qari'ah tadi. Saya takut Pak, saya takut di hari kiamat nanti, saya jadi salah satu dari jutaan manusia yang bakal tempatin Neraka Hawiyah." Suara Adisha bergetar ketika mengutarakan isi hatinya saat ini.

Wildan terdiam beberapa saat. Ia memperhatikan segala ketakutan yang terlukis jelas di raut wajah Adisha. Bibirnya pucat, tangannya pun bergetar hebat. Dia benar-benar ketakutan akan segala kesalahan dan dosa yang akan ia pertanggung-jawabkan di hari akhir kelak.

"Sha, takut itu manusiawi. Tapi kalau cuma takut aja, itu gak akan bisa membebaskan kamu dari siksa api neraka. Jadi intinya, daripada nangis begini, mending kamu perbanyak istigfar, sholawat, dan sering-sering kerjain sholat taubat, minta ampunan sama Allah."

Air mata yang semula mengalir deras, perlahan mulai terkontrol usai menyerap nasihat dari Wildan.

"Pak Wildan,"

"Hm, kenapa?"

"Saya boleh minta tolong?"

Wildan mengernyitkan kening. "Minta tolong apa?"

"Tolong tuntun saya menuju Surga-Nya. Tolong bimbing saya juga dalam kebaikan, dan tolong ingatkan saat langkah saya mulai kehilangan arah."

Tertegun. Itulah yang Wildan rasakan saat permintaan Adisha terdengar sangat lirih. Hatinya cukup terenyuh.

"Sha, saya gak sebaik yang kamu pikir. Saya rasa, saya belum pantas buat terima permintaan tolong itu."

Sorot mata Adisha berfokus menatap Wildan sangat intens. "Meskipun Bapak gak sebaik yang saya pikir, tapi saya yakin kalau Bapak juga gak akan seburuk yang ada di pikiran Bapak."

Lembar Kisah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang