Masih ingat dengan paragraf terakhir di Bab sebelumnya? Kalau masih ingat dan beranggapan bahwa laki-laki itu ingin melaksanakan kewajibannya sebagai seorang suami. Tentu saja, presepsi itu salah besar.
Pada kenyataannya yang Wildan maksud bukanlah yang ada di pikiran Adisha, juga yang ada di pikiran kalian yang sedang membaca bagian ini. Karena yang Wildan maksud adalah mewujudkan permintaan Jamilah dengan berpura-pura bahagia di depannya. Berpura-pura saling mencintai dan menerima satu sama lain. Itulah intinya.
"Kamu bisa baca dulu sebelum tanda tangani perjanjian ini." Wildan menyodorkan kertas berisi beberapa poin yang harus Adisha sepakati. Mau tidak mau Adisha meraih dan membaca kertas perjanjian tersebut.
SURAT PERJANJIAN
Dengan adanya surat ini, saya selaku pihak pertama ingin mengajukan beberapa hal penting kepada pihak kedua, di antaranya :
1. Saya ingin pihak kedua tinggal di kediaman saya dengan kamar yang terpisah. Dan tidak saling mengusik privasi satu sama lain tanpa terkecuali.
2. Saya ingin pihak kedua menjalankan tugas sebagai istri dan mematuhi saya layaknya suami sungguhan hanya di depan keluarga saya maupun keluarga dari pihak kedua.
3. Pihak kedua tidak berhak meminta nafkah batin dengan alasan apapun. Serta tidak berhak ikut campur mengenai masalah pribadi saya.
4. Pihak kedua dilarang keras untuk melibatkan perasaan dalam kesepakatan pernikahan ini.
5. Saya akan menanggung seluruh kebutuhan pihak kedua tanpa terkecuali, termasuk kebutuhan keluarganya. Dan tidak akan melihat aurat pihak kedua dengan alasan apapun.
6. Jika suatu hari nanti saya menemukan perempuan lain untuk di jadikan istri. Maka pihak kedua harus siap untuk di poligami.
Demikian surat perjanjian ini saya buat dengan sebaik-baiknya dan dalam kondisi yang sangat sadar.
Tertanda,
Wildan Septian HarisDisetujui,
Adisha Salma ArafahLedakan emosi di dada Adisha sudah menggebu-gebu. Marah bercampur hancur berpadu menjadi kesatuan yang sangat sempurna dalam meluluhlantakkan hatinya, membuat hancur berkeping-keping bahkan ukurannya sampai sekecil partikel debu.
"Kalau udah selesai baca, langsung tanda tangani perjanjiannya."
Adisha meremas kertas bermaterai itu dan melemparnya tepat ke wajah Wildan.
"Apa-apaan kamu Adisha? Kenapa surat perjanjiannya kamu remas?" Tegur Wildan dengan suara yang sedikit meninggi.
"Saya gak setuju sama poin ke enam."
"Kenapa? Kamu keberatan?"
Adisha menghujani Wildan dengan tatapan tajam. "Iya, saya sangat keberatan. Meskipun pernikahan ini cuma sekedar perjanjian, tapi saya gak akan pernah mau berbagi apalagi terbagi, Pak."
"Tolong jangan melewati batasan, setujui aja semuanya. Jangan pernah berharap saya akan mencintai kamu. Itu mustahil dan gak akan pernah terjadi." Tegas Wildan.
Dada Adisha semakin terasa sesak. Ia terus meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak larut dalam momentum ini dan tidak menangis lalu terlihat lemah di hadapan Wildan. Bisa dipastikan itu tidak akan terjadi, Adisha tidak akan selemah itu.
"Jangan berpikir terlalu jauh Pak. Saya juga gak akan sudi buat di cintai sama laki-laki gak berperasaan seperti Pak Wildan. Kalau emang Pak Wildan mau poin ke enam itu tetap ada. Saya akan menyetujui, asal hal itupun berlaku buat saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembar Kisah ✔
Romance[Spin-off : Jazira] "Mencintai sebelah pihak itu sama saja seperti menggenggam pecahan kaca, semakin erat dalam genggaman maka semakin sakit pula rasa yang akan di dapatkan." Kalimat itu mampu mendeskripsikan perasaan Adisha dalam mencintai seorang...