Bab 38 - Bibit Harapan

5.5K 583 57
                                    

Alunan lagu berjudul 'Jangan Rubah Takdirku' yang di populerkan oleh salah satu penyanyi kebanggaan Indonesia, Andmesh Kamaleng. Menjadi backsound pengiring perjalanan pulang dua insan yang sejak tadi sibuk bertaut dengan isi pikiran masing-masing.

Acara yang di selenggarakan KPIA di Masjid Raya Al-A'zhom, selesai pukul tiga sore. Semua anggota yang berasal dari Jabodetabek langsung bergegas pulang ke rumah masing-masing setelah berpamitan satu sama lain.

Hari ini event santunan anak yatim dan temu kangen antar anggota harus dinistakan oleh laki-laki bernama Wildan Septian Haris secara tidak langsung. Akibat pengakuan Wildan kepada Azam, Adisha harus rela menjadi bulan-bulanan para anggota KPIA yang terus meledeknya.

Sebenarnya hal itu bukan masalah besar bagi Adisha. Tapi yang membuat mood-nya jadi kacau adalah sikap Wildan yang terlalu kenak-kanakan. Atas dasar apa juga laki-laki itu tiba-tiba datang dan memotong ucapan Azam? Kalau bukan cemburu, lalu apa lagi?

"Hmm," Suara Wildan membuat kelopak mata Adisha semakin terpejam erat.

Dari kaca spion yang terdapat didalam mobil, Wildan berulang kali mencuri pandang terhadap penumpang dibelakangnya.

"Sha," Ujar Wildan setelah mempertimbangkan ucapannya berulang kali.

Tidak ada jawaban apapun, Adisha masih sama. Masih terpejam dan tidak menggubris ucapan Wildan sedikit pun.

"Saya tau kamu gak tidur."

Tetap tidak ada jawaban. Wildan lantas mengecilkan volume lagu yang sedang mengalun. Barangkali Adisha tidak mampu mendengar suaranya.

"Sha, tolong jangan salah paham. Soal kejadian tadi, saya cuma gak nyaman aja liat kamu ngobrol berduaan sama laki-laki itu. Saya cuma gak mau kalian dapet fitnah yang nggak-nggak."

"Dan soal tindakan saya yang gak sengaja pegang pipi kamu. Saya minta maaf, saya tau saya lancang, saya udah ngelanggar perjanjian yang saya buat sendiri. Saya gak bermaksud apapun sel-"

"Pak Wildan suka sama saya?"

Ciiit!

Suara decitan dari ban mobil yang di rem secara mendadak membuat jantung Adisha serasa ingin keluar dari rongga dada. Untung saja jalan yang mereka lewati sepi, coba kalau tidak? Pasti sudah terjadi kecelakaan beruntun.

"Astagfirullah! Pak Wildan kenapa ngerem mendadak sih? Kalau kita kecelakaan gimana?" Demo Adisha dengan mata yang langsung terbuka lebar.

"Ngapain nyalahin saya? Harusnya kamu itu intropeksi diri. Saya ngerem mendadak itu gara-gara kaget denger pertanyaan kamu yang gak masuk akal."

"Kenapa jadi nyalahin saya sih Pak? Kalau emang Pak Wildan gak suka sama saya, seharusnya sikap Bapak biasa aja. Gak usah salah tingkah sampe ngerem dadakan."

"Saya gak akan pernah suka sama kamu. Tolong kontrol rasa percaya diri kamu yang kelewat batas. Kamu harus sadar diri, kamu itu gak lebih dari sekedar istri sandiwara saya. Istri di atas kertas!" Tegas Wildan yang langsung menjalankan kembali mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Kalimat itu cukup melukai perasaan Adisha. Rasanya benar-benar ngilu dan hancur tanpa sebab, padahal sudah sering kali ia mendapatkan sarkasme dari Wildan, tapi kali ini berbeda.

Wildan memang aneh, semakin hari sikapnya semakin sulit ditebak. Terkadang ia baik lalu berubah menjadi sangat dingin. Kemudian sangat tidak peduli sedikit pun terhadap apapun yang Adisha lakukan dan tiba-tiba memberikan perhatian secara tidak langsung. Sangat sulit di mengerti.

Tanpa di ketahui siapapun, jauh di lubuk hatinya, Adisha ingin sekali merasakan kasih sayang tulus yang sejak kecil selalu ia dambakan dari kekasih halalnya. Doa-doa yang ia panjatkan di sepertiga malamnya selalu tentang meminta yang terbaik, yang bertanggung jawab penuh terhadapnya, yang mampu melindunginya, mengasihinya, dan menyayangi ia sepenuh hati seperti mendiang sang Ayah.

Lembar Kisah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang