Bab 2 - Adisha's House

7.7K 742 48
                                    

Dua ratus halaman makalah bertema ‘Pernikahan Dalam Sudut Pandang Islam’ telah selesai Adisha kerjakan. Lega sekali rasanya, walaupun harus pulang ke rumah sampai jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam, tapi tak apa, yang penting tugasnya kelar.

“Alhamdulillah akhirnya nyampe ke rumah juga.” Cicit Adisha tepat di depan gerbang rumahnya.

Sebuah rumah sederhana bercat putih tampak sunyi. Sudah bisa di tebak bahwa ibunya pasti sedang sibuk dengan orderan laundry.

“Assalamu'alaikum ... Bu, aku pulang.”

Dari arah dapur terlihat seorang wanita paru baya dengan daster dan jilbab panjang yang tersenyum menyambut kedatangan Adisha.

Melihat senyum meneduhkan itu langsung membuat penat dan rasa lelah yang menumpuk di pundak sejak tadi hilang seketika. Adisha bersyukur sekali karena hari ini Allah masih memberikan ia kesempatan bertemu dengan ibunya.

“Wa'alaikumsalam, tumben pulangnya telat?”

Setelah menyalami punggung tangan ibunya, Adisha beralih duduk di sofa ruang tamu dan di ikuti juga oleh ibunya.

“Ada tugas tambahan Bu, jadi aku telat pulangnya, maaf ya.”

“Kamu udah sholat Magrib belum?”

Adisha mengangguk. “Alhamdulillah udah kok Bu, tadi kebetulan aku mampir ke Masjid dulu.”

“Yaudah, sekarang kamu mandi, abis itu langsung makan. Ibu udah siapin pepes tahu kesukaan kamu.”

Lengkungan sabit terbit di wajah Adisha. Ia merasa sangat beruntung memiliki ibu seperti, Linda, yang bisa berperan ganda sebagai sosok Ibu sekaligus Ayah untuknya.

“Kamu kenapa ngelamun?”

Adisha meraih tangan Linda dengan hati yang sedikit redup. “Maafin aku ya, Bu. Selama ini aku udah banyak banget ngerepotin ibu.”

“Kamu kenapa sih tiba-tiba begini?”

Tanpa menjawab pertanyaan itu, Adisha langsung memeluk tubuh Linda dengan penuh kasih sayang. Air matanya mengalir begitu saja. Banyak hal yang sebenarnya ia tutupi dari Linda, salah satunya adalah tentang pekerjaan paruh waktu yang sudah satu tahun belakangan ini ia geluti usai pulang kuliah.

Adisha sempat ingin mengakhiri kuliahnya akibat terhalang faktor ekonomi setelah sang Ayah meninggal. Tapi niat itu di urungkan karena almarhum Ayahnya menginginkan ia menyandang gelar Sarjana.

“Maafin aku Bu, di umur segini aku masih aja buat ibu susah. Aku belum bisa bikin ibu bahagia.” Ucapnya dengan tangis yang masih berlanjut.

Linda mengusap pundak anak semata wayangnya itu dengan lembut. Walaupun ia tidak tahu pasti tentang apa yang sedang di alami Adisha. Tapi nalurinya sebagai seorang ibu membuatnya mampu merasakan betapa rapuh Adisha saat ini.

“Istigfar, Dish. Kamu itu sama sekali gak pernah nyusahin dan ibu gak pernah merasa di susahin sama kamu.”

“Mungkin sekarang kamu emang belum bisa bikin ibu bahagia. Tapi suatu saat nanti kalau masanya tiba, ibu yakin kamu pasti akan membahagiakan ibu dengan cara kamu sendiri.”

“Yang terpenting sekarang itu cuma tentang gimana kamu berjuang, berusaha dan selalu meminta pertolongan sama Allah. Semoga apapun yang kamu lakuin selalu berkah dan bermanfaat buat diri kamu sendiri, juga buat orang-orang di sekitar kamu.”

Lembar Kisah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang