Bab 51 - Amanah Terindah

6.4K 565 69
                                    

Kilau jingga yang membentang di atas langit sore mambuat hati Adisha menghangat. Ia jadi teringat akan ungkapan cinta yang Wildan utarakan empat bulan lalu sewaktu mereka berada di Pondok Pesantren Al-Khaf.

“Kamu ngapain dari tadi ngelamun di depan jendela?” Bibir Adisha membentuk lengkungan senyum ketika pertanyaan itu menggema di telinganya.

Tangan Wildan sudah melingkar di pinggang Adisha, laki-laki itu memeluknya dari dari belakang sambil menyandarkan kepalanya di pundak Adisha.

“Langitnya indah banget ya, Pak?”

“Iya, indah banget. Kayak kamu.” Ungkap Wildan di iringi kecupan pada pipi kiri Adisha.

“Sekarang Pak Wildan jago gombal ya? Belajar dimana sih?”

“Kan saya belajar sama kamu.”

Adisha tertawa menanggapi ucapan itu. Bagaimana bisa Wildan belajar darinya kalau ia saja tidak pandai menggombal? Aneh.

“Oh ya, Pak. Minggu depan Keisha bakal nikah sama Kak Gibran. Bapak mau temenin saya ke akad pernikahan mereka gak?”

Adisha masih tidak mengubah posisinya sedikitpun. Di peluk dari belakang seperti ini membuatnya merasa sangat nyaman. Terlebih lagi wangi parfume yang melekat di tubuh Wildan benar-benar sangat menenangkan.

“Ngapain kamu nanya lagi? Kan udah pernah saya bilang, Sha. Kemana pun kamu pergi, pasti bakalan selalu saya temenin.”

Cup.

Pipi Wildan mendapatkan kecupan hangat dari Adisha. “Makasih, Pak.”

“Buat apa?”

“Buat semuanya.”

“Terus?”

“Apaan sih, kok terus? Pak Wildan mau beralih profesi jadi tukang parkir?”

Wildan terkekeh sambil mempererat pelukannya. “Ngawur banget.”

“Makasih ya Pak. Bapak selalu ada buat saya. Saya bersyukur banget bisa jadi istri, Bapak. Semoga kita bisa tetap sama-sama, saling melengkapi satu sama lain dalam keadaan apapun.’

“Aamiin ya rabbal 'alamiin ... saya juga berharap hal yang sama kayak kamu, Sha. Makasih juga buat semua bakti kamu ke saya selama ini.”

Tubuh Adisha berbalik arah. Ia mendaratkan kepalanya di dada bidang milik Wildan dan bersandar dengan penuh kenyamanan.

“Pak Wildan.”

“Hm?”

Degup jantung yang semula tenang langsung berubah menjadi tidak santai ketika Adisha menyadari sesuatu yang langsung membuatnya terdiam beberapa saat.

“Sha, kamu kenapa?”

Adisha menatap Wildan begitu dalam. Wajahnya tampak pucat, berbeda sekali dengan beberapa detik yang lalu.

“Adisha, kamu kenapa kok pucat banget? Kamu sakit ya? Kita harus ke dokter sekarang. Saya takut kamu kenapa-napa.” Raut wajah Wildan langsung berubah panik ketika mendapati perubahan wajah Adisha yang sangat kontras.

“Pak Wildan.” Lirihnya.

“Iya kenapa? Apa yang kamu rasain?”

Kepala Adisha menggeleng. “Saya gak sakit kok, Pak. Saya baik-baik aja.”

“Terus kalau baik-baik aja, kenapa muka kamu tiba-tiba pucat begitu?”

“Saya cuma takut aja, Pak.”

Kening Wildan mengerut heran. “Takut kenapa?”

“Setelah saya pikir-pikir, kayaknya saya udah telat datang bulan. Ini kenapa ya Pak? Biasanya saya gak pernah begini.”

Lembar Kisah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang